Digores dalam rilis yohanes_saman@yahoo.com
penggalan gatra syair pujian dari kitab kehidupan, bergema dan tiada berakhir, seperti sebuah catatan hikmat
Kebijaksanaan bersinar dan tak dapat layu
Barang siapa bangun pagi-pagi demi kebijaksanaan, ia tidak perlu bersusah payah
Dan kebenaran tidak akan terlewatkan dari setiap hembusan nafasnya
Aku tidak akan berteman dengan dengki, yang membunuh
Sebab dengki tidak bersekutu dengan kabijaksanaan
Tiada sesuatupun yang dikasihi Allah kecuali orang yang berdiam bersama dengan kebijaksanaan
Lalu bayangku, …….. lalu gambarku, ……… lalu potretku ……. dan kulukiskan
nyata, menyisakan jejak-jejak,
entah kaki, entah tangan, entah kata-kata, entah kalimat-kalimat
menempelkan aneka warna perhiasan
di dinding-dinding kebersamaan, mencatatkan coretan-coretan kecil komunitas
yang tak terhapus dan takterlupakan
Lalu pandangku memutar, tergambar, seperti inti sebuah prosesi
Laksana bejana, demikian aku dibentuk dan terbentuk
melewati prosesi yang tersakralkan, dari sebongkah tanah liat,
diambil dalam genggam, dilempar namun takterantuk batu,
dijatuhkan namun ditopang, diinjak-injak namun dipikirkan,
diremas-remas, tetapi dalam rancangan,
dibanting namun dalam timangan,
direka-reka, dan dibentuk dalam kekuatan yang takterselami
kadang gagal, kadang jatuh, tidak berbentuk bahkan sering tak-secitra,
lalu mulai kembali sakralisasi prosesi . . . diulang lagi . . . . . terulang lagi . . . . .
sampai pada bentuk yang dikehendaki, dibakar dalam kehangatan dan
betapa indahnya menjadi sebuah bejana
Kelelawar berterbangan tandanya hari sudah sore
Setiap sebelum tidurku, setiap mimpi-mimpiku, bahkan dalam hidup nyataku
Kucari jawab, kucari tahu, dari setiap tenaga yang menggumpal dalam darahku, dan
Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan,
apakah masa depanku, sehingga aku mampu bersabar
Menghadapi kesakitan hatiku yang
diremukkan dengan perkataan, yang
ditusuk dengan cibiran dan caci maki,
dan apakah penghiburanku, sehingga tetap kubernyanyi, meski hati tersakiti
ada DIA yang menopang
Terhenyak aku dalam sadarku, bertanya aku dalam renungku
Siapakah aku ini Tuhan, sehingga Kau jadikan biji mataMU
Selayak dan sepantas inikah aku,
dalam sayup merdu jawab Tuhan bagiku
“Rancanganmu bukanlah rancanganKU, dan Jalanmu bukanlah jalanKU,
Seperti tingginya langit dari bumi
Dari batas mampuku, tiada pernah mimpiku tuk bertemu
Dari batas susah-payahku, tiada pikir aku mampu
Namun bejana hanyalah sebuah ciptaan
Ketika Empunya mau membawa,
tiada mampuku tuk tak setia.