Manusia harus berhenti menyalahkan dan mengeluh sehingga mereka bisa dipenuhi dengan sukacita Tuhan dan bangkit untuk menghadapi tantangan hidup, kata Paus Fransiskus
Melupakan makna sukacita dan mendekam dalam perasaan kasihan terhadap diri sendiri muncul bersamaan dengan dosa kemalasan, kata Paus dalam kotbah selama Misa pagi di Domus Sanctae Marthae, Selasa (28/3)
“Ini penyakit yang mengerikan [ketika orang mengatakan] ‘Aku sudah nyaman seperti ini, saya sudah terbiasa. Hidup sudah tidak tidak adil lagi bagi saya. Anda melihat kebencian dan kepahitan dalam hati itu,” kata Paus Fransiskus seperti dikutip Catholic News Service.
Homili Paus itu merupakan renungan atas Injil Yohanes tentang Yesus menyembuhkan orang lumpuh di kolam Betesda.
Yesus melihat seorang pria lumpuh, yang telah menunggu di tepi kolam renang selama 38 tahun, dan bertanya kepadanya, “Apakah kamu ingin sembuh?
Jika Yesus bertanya kepada orang-orang lain di sana yang sangat membutuhkan bantuan, kata Paus, “mereka akan mengatakan, ‘Ya, Tuhan, ya.’
Tapi apa yang terjadi dengan orang ini cukup aneh, karena bukannya mengatakan ‘ya’ ia malah mulai mengeluh tentang tidak ada satu orang pun yang membantu dia ke dalam air dan orang lain selalu berhasil mendahului dia ke dalam kolam.
Pria itu seperti pohon yang ditanam di aliran air, tapi dia tidak bisa tumbuh dan berkembang karena akarnya menjadi kering, “akar-akar yang tidak mencapai air, yang tidak bisa mengambil menyerap kesejahteraan dari air,” kata paus.
“Ini adalah dosa besar, dosa kemalasan. Orang ini sakit bukan kelumpuhan, tapi karena kemalasan, yang lebih buruk daripada memiliki hati yang hangat,” katanya.
“Kemalasan adalah dosa yang melumpuhkan, yang membuat kita tidak bisa berjalan,” kata Paus.