( World 28 Mei 2017 )
“JANGAN TAKUT, AKU BESERTAMU: KOMUNIKASIKAN HARAPAN DAN IMAN”
Akses yang mudah dan terbuka pada media komunikasi—berkat kemajuan teknologi—memungkinkan banyak orang berbagi berita secara langsung dan menyebarkannya secara luas.Berita yang disebarkan ini bisa baik atau buruk, benar atau salah (hoax). Umat Kristen awal membandingkan pikiran manusia seperti mesin penggiling; terserah si pekerja mau menggiling apa: entah gandum yang baik atau lalang yang tidak berguna. Pikiran kita akan selalu ‘menggiling’, tapi kita bebas menentukan apa yang mau digiling (bdk. St. Yohanes Kassianus, Surat kepada Leontius).
Saya ingin menyampaikan pesan ini kepada semua orang yang – entah dalam pekerjaan profesional atau hubungan-hubungan pribadinya – setiap hari “menggiling” banyak informasi dengan tujuan menyediakan asupan yang berguna dan baik bagi orang- orang dengan siapa mereka berkomunikasi. Saya mengajak setiap orang untuk terlibat dalam membangun komunikasi yang konstruktif, menampik prasangka terhadap orang lain dan menggalakkan budaya perjumpaan, seraya membantu kita semua untuk memandang dunia di sekitar kita secara real dan meyakininya.
Saya yakin bahwa sekarang ini, kita harus memutuskan lingkaran setan kecemasan dan spiral ketakutan yang timbul karena kita secara konstan telah berfokus pada ‘berita buruk’ (peperangan, terorisme, skandal, dan semua jenis kegagalan manusiawi).Biarlah kita tidak menjadi penyebar informasi sesat yang mengabaikan tragedi penderitaan manusia; dan optimisme naif yang membutakanmata terhadap skandal kejahatan.
Sebaliknya, saya menganjurkan agar kita semua terlibat aktif mengatasi perasaan kurang puas dan putus asa, yang nantinya berubah menjadi apatisme, ketakutan, ataupun pemikiran bahwa “kejahatan tidak punya batas”.Lebih lagi, industri komunikasi dewasa ini -yang percaya bahwa berita baik tidak punya nilai jual, dan tragedi penderitaan manusia dan misteri kejahatan adalah tayangan emas- sangat berpotensi menumpulkan rasa bersalah kita dan membuat kita pesimistis.
Saya sendiri rindu untuk mengambil bagian, mencari cara komunikasi yang terbuka dan kreatif; yang tidak pernah mengagungkan kejahatan; tapi yang berorientasi pada solusi dan inspirasi terhadap pendekatan positif juga bertanggung jawab terhadap para penerimanya. Saya mengajak semua orang untuk menjadi agen ‘kabar baik’ bagi dunia ini.
.
KABAR BAIK
Hidup bukan sekadar akibat dari fenomena” tanpa makna, melainkan sebuah sejarah; sebuah cerita yang menunggu untuk dibagikan melalui cara pandang interpretatif, sebuah cara yang dapat memilah dan mengumpulkan data relevan. Di dalam dan dari dirinya, realitas tidak hanya memiliki satu makna. Semuanya tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, berdasarkan ‘lensa’ yang kita gunakan. Bila kita mengubah lensa itu, realitas niscaya terlihat berbeda.Jadi bagaimana kita bisa membaca realitas melalui lensa yang tepat?
Bagi kita umat kristiani, lensa yang tepat dalam membaca realitas dunia ini adalah kabar baik, yang berpangkal pada Sang Kabar Baik: “Injil Yesus Kristus, Anak Allah” (Mrk 1:1). St. Markus mengawali Injilnya bukan dengan menghubungkan ‘kabar baik’ kepada Yesus, tapi menekankan bahwa kabar baik itu adalah Yesus sendiri.Dengan membaca Injil Markus, kita dapat menyadari bahwa judul Injil sepadan dengan isinya.Yang paling utama, inti Injil itu adalah Yesus sendiri.
Kabar baik ini -yakni Yesus sendiri- disebut kabar baik bukan karena tidak ada kaitannya dengan penderitaan, tetapi justru,penderitaan menjadi bagian dari sebuah ‘gambar’ yang lebih besar.Penderitaan ini dimaknai sebagai bagian penting dari bukti cinta Yesus kepada Bapa dan semua orang. Dalam Kristus, Allah menunjukkan solidaritas-Nya terhadap setiap situasi manusia. Ia telah memberitahu kita bahwa kita tidak sendiri; bahwa kita punya Bapa yang selalu memperhatikan anak-anak-Nya. “Janganlah takut, sebab Aku ini menyertai engkau” (Yes 43:5). Ini adalah kata- kata penghiburan seorang sosok Allah yang demikian peduli kepada umat-Nya. Melalui Putera-Nya, janji ilahi ini (“Aku ini menyertai engkau”) mengatasi semua kelemahan kita, bahkan menguatkan kita di kala ajal. Dalam Kristus, bahkan kegelapan dan kematian menjadi tempat perjumpaan Terang dan Hidup. Dari sini lahirlah harapan, sebuah harapan yang bisa dijangkau semua orang ketika mengalami masa pahit dalam hidup. Harapan ini tidak mengecewakan, karena Cinta Tuhan telah dicurahkan ke dalam hati kita (Rm 5:5) dan membuat hidup yangbaru mekar bak tunas dari benih yang jatuh. Melalui lensa ini, setiap tragedi baru yang terjadi dapat menjadi latar untuk sebuah kabar baik, persis seperti cinta yang dapat menyentuh kita, menimbulkan simpati, menguatkan, dan siap untuk membantu.
KEYAKINAN AKAN BENIH KERAJAAN
Guna memperkenalkan pola pikir Injil ini kepada para murid-Nya dan orang-orang, serta memberi mereka “lensa” yang tepat untuk melihat dan merangkul kasih yang mati namun bangkit itu, Yesus menggunakan perumpamaan. Ia sering kali membandingkan Kerajaan Allah dengan benih yang melepaskan potensi kehidupannya justru ketika benih itu jatuh ke tanah dan mati (bdk. Mrk. 4:1-34).
Pemakaian aneka gambaran dan metafora ini bertujuan untuk menyampaikan kekuatan Kerajaan Allah yang sesungguhnya, tanpa mengurangi makna penting dan kegentingannya.Sebaliknya, ini adalah jalan kerahiman bagi para pendengar-Nya; untuk menerimanya secara bebas dan menerima kuasa. Ini juga menjadi cara paling efektif untuk mengungkapkan martabat agung misteri Paskah; mengkomunikasikan paradoks keindahan dari kehidupan baru di dalam Kristus melalui gambaran daripada sekadar konsep.
Di dalam kehidupan itu, kesulitan dan salib tidak menghalangi, tetapi membawa keselamatan Allah; kelemahan terbukti lebih tangguh daripada kekuatan manusia; dan kegagalan dapat menjadi awal pemenuhan segala sesuatu di dalam kasih. Begitulah cara bagaimana harapan akan Kerajaan Allah menjadi matang dan mendalam: Kerajaan Allah itu adalah “seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi” (Mrk. 4:26-27).
Kerajaan Allah sudah hadir di tengah-tengah kita, seperti benih yang mudah diabaikan, namun diam-diam berakar.Orang-orang yang dianugerahi penglihatan yang tajam oleh Roh Kudus dapat menyaksikan benih itu mekar. Mereka tidak akan pernah membiarkan sukacita Kerajaan diambil dari diri mereka oleh ilalang yang bermunculan di mana-mana.
CAKRAWALA ROH
Harapan kita -yang didasarkan pada kabar baik, Yesus sendiri- membuat kita menengadah untuk mengkontemplasikan Tuhan pada Hari Raya Kenaikan Tuhan.Meski Tuhan terkesan lebih jauh sekarang ini, justru cakrawala harapan kian meluas.Dalam Kristus yang menyelamatkan kita, kini setiap orang dapat secara bebas “oleh darah Yesus … masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri” (Ibr. 10:19-20).Oleh “kuasa Roh Kudus”, kita dapat menjadi saksi dan ‘komunikator’ kemanusiaan yang baru dan tertebus, “sampai ke ujung bumi” (Kis 1:7-8).
Keyakinan akan benih Kerajaan Allah dan misteri Paskah mesti juga membantu cara kita berkomunikasi. Keyakinan ini memampukan kita untuk peka terhadap kabar baik yang ada dan menyuguhkannya ke hadapan semua orang, dalam pekerjaan dan cara komunikasi.
Mereka yang percaya menyerahkan diri kepada bimbingan Roh Kudus akan menyadari, bahwa Allah itu hadir; turut bekerja dalam setiap langkah hidup kita, menjadikan hidup kita bukti nyata karya keselamatan. Harapan adalah benang yang menenun sejarah suci, dan penenunnya taklain adalah Roh Kudus, Sang Penghibur. Harapan adalah kebajikan yang paling ‘rendah hati’: ia tersembunyi selama perjalanan hidup, tapi berlaku seperti ragi yang mengembangkan seluruh adonan. Harapan dipelihara dengan membaca Injil yang selalu diperbarui: yang ‘dicetak ulang’dalam banyak edisi hidup para kudus -ikon-ikon cinta Tuhan dalam dunia ini. Hari inipun, Sang Roh terus menaburkan dalam diri kita sebuah kerinduan terhadap Kerajaan Allah.Kita patut bersyukur ada sosok-sosok yang mendapat inspirasi dari Kabar Baik di tengah peristiwa dramatis aktual, tapi kemudian bersinar seperti mercusuar di tengah kegelapan dunia; memancarkan cahaya sepanjang jalan dan membuka jalan baru terhadap keyakinan dan harapan.
Dari Vatikan, 24 Januari 2017
Paus Fransiskus