Uskup Katolik Pakistan memohon kepada pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, untuk melindungi komunitas minoritas Muslim Rohingya.
Perkiraan terakhir dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan sekitar 370.000 orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh dalam dua minggu terakhir.
Menurut PBB, sebagian besar pengungsi adalah perempuan yang rentan, termasuk ibu hamil dan menyusui, serta anak-anak dan orang tua.
Dalam sebuah pernyataan kepada media, uskup-uskup Pakistan mengecam penganiayaan terhadap minoritas muslim Rohingya di Myanmar.
Mereka mengulang apa yang dikatakan Paus Fransiskus, dalam pidatonya pada hari Minggu tanggal 27 Agustus saat doa Angelus, yang menyatakan bahwa dia mengikuti “berita sedih” penganiayaan ini.
Paus meminta agar Rohingya di Myanmar diberi hak kewarganegaraan penuh.
Ketua Presidium konferensi Wali Gereja Pakistan, Uskup Agung Joseph Coutts dari Keuskupan Agung Karachi, dan Uskup Joseph Arshad dari Keuskupan Faisalabad, “mengecam keras” serangan terhadap Rohingya.
Mereka meminta Penasihat Negara Suu Kyi untuk menjamin hak penuh orang Rohingya di negaranya.
Mereka juga meminta Myanmar untuk menghentikan semua operasi militer di negara bagian Rakhine utara, di mana penduduk Rohingya merupakan yang terbesar. Para uskup mengatakan bahwa sekitar 1.300 kematian akibat “pembersihan etnis” merupakan sebuah tirani.
Selanjutnya, para uskup meminta masyarakat internasional, khususnya pemerintah Pakistan, untuk memulai dialog dengan Myanmar untuk mengizinkan akses organisasi kemanusiaan ke masyarakat yang terkena dampak.
“Gereja Katolik Pakistan berdiri teguh bersama orang Rohingya dan menyampaikan doa demi keselamatan dan kesejahteraan mereka, dengan harapan akan segera ditemukan solusi damai,” demikian kesimpulan pernyataan para uskup.
Sementara itu, ribuan orang melakukan demonstrasi di kota pelabuhan Pakistan selatan, Karachi, untuk mengutuk apa yang mereka sebut “genosida” Muslim Rohingya di Myanmar.