( Oleh: Romo Asran Making, SSCC )
Apakah Kristen adalah satu-satunya agama yang benar?
Pengantar
Berbagai tindakan terorisme yang berlandaskan pada ajaran agama tertentu seringkali terjadi dalam dunia dewasa ini. Peristiwa terbaru terjadi pada hari kamis yang lalu, tanggal 14 Januari 2016 di Sharina, Jakarta, membuka mata kita bahwa ternyata agama yang seharusnya menjadi agen keadilan dan perdamaian bisa dijadikan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan. Ini tidak terjadi hanya oleh teman-teman kita yang beragama muslim. Dalam sejarah Eropa, selama 30 tahun (1618-1648) terjadi perang antara Katolik dan Protestan yang membawa korban jiwa yang sangat besar. Menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa bisa terjadi? Apa yang salah dengan Agama? Agama tidak salah, yang salah adalah bagaimana para penganut menafsirkan ajaran agamanya. Dan penafsiran itu berkaitan dengan kebenaran, siapa yang lebih benar menafsir dan siapa yang salah? Masing-masing pihak mengklaim diri sebagai yang benar dan yang lain salah.
Dalam dikusi ini pun kita akan melihat pergolakan dalam Gereja kita. Ada dua kelompok besar; kelompok pertama adalah kelompok eksklusif yang berpandangan bahwa Kristen merupakan satu-satunya agama yang benar dan Kristus merupakan satu-satunya jalan menuju keselamatan. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok inklusif yang melihat bahwa kebenaran ada dalam setiap agama.
Eksklusif
Kelompok eksklusif biasa menggunakan ayat-ayat Kitab Suci untuk mempertegas keyakinan mereka tentang Kristus sebagai agen keselamatan yang eksklusif dari Allah. Beberapa teks yang sering dikutip adalah: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6); “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan, yaitu kamu sendiri, namun ia telah menjadi batu penjuru. Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:11-12); “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Rm 10:9-10); dan “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1Tim 2:5).
Para pendukung pandangan eksklusif ini bersikeras bahwa Kristianitas bisa bertahan atau jatuh dalam kebenaran Alkitabiah tentang Yesus ini. Jika Kristus bukanlah satu-satuanya meditator antara Allah dan manusia, maka Kristianitas salah. Sebaliknya, jika Kristus adalah satu-satunya mediator maka Kristianitas benar. Teks-teks menuntut agar kita membuat sebuah pilihan antara percaya pada satu Allah atau banyak Allah, dan antara satu mediator atau banyak mediator. Mereka berpendapat bahwa keagungan Kristus di atas semua makhluk adalah sebuah pengakuan yang sangat penting dari iman Kristiani; melepaskan pandangan ini berarti menolak iman yang benar. Jika tidak mengakui Kristus sebagai satu-satunya pengantara, maka Kristus tidak ada bedanya dengan para pendiri agama yang lain, seperti Budha, Islam, Thaoisme, atau pendiri agama-agama lain.
Inklusif
Mereka yang mendukung pandangan inklusif justru sebaliknya merasa lucu dengan mereka yang mengklaim agamanya sebagai satu-satunya agama yang benar. Bagi mereka, setiap manusia memiliki pengalaman dan penilaian sendiri tentang kuasa yang mengatur alam semesta (Allah, Realitas Tertinggi, Yang Esa, dll). Mereka seperti sekumpulan orang yang berusaha menjelaskan gajah di malam gulita; yang satu menjelaskan belalainya, yang lain menjelaskan kakinya, yang lain lagi menjelaskan ekornya. Semuanya menjelaskan bagian yang berbeda dari realitas yang sama. Individu-individu yang berbakat dari budaya yang berbeda menawarkan tanggapan-tanggapan yang sangat mendalam atas pertanyaan-pertanyaan penting dalam pergulatan hidup manusia, misalnya: apa artinya hidup? Apa itu “hidup yang baik”? Apa nilai terbesar dalam hidup? Mereka membagikan penemuan atas jawaban itu dengan orang lain yang mereka temui menuju kebenaran. Pemikiran mereka begitu mencerahkan dan begitu berpengaruh sehingga yang lain pun ikut mendedikasikan hidupnya menurut pengajaran mereka. Pada dasarnya, semua agama-agama besar bersumber pada pemikiran seorang atau sekelompok orang yang melihat lebih jelas jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas.
Pendukung pandangan inklusif berbendapat bahwa kelompok eksklusif sedang menolak kehadiran agama-agama yang lain dengan memperjuangkan kebenaran hanya ada dalam salah satu agama. Ketika kita mampu melepaskan pandangan yang keliru itu, kita bisa belajar banyak hal dari agama-agama yang lain. Proses ini membawa dua keuntungan: pertama, agama-agama lain menantang beberapa idealism kita tentang realitas tertentu. Hal ini bisa membuka pikiran kita supaya menjadi lebih terbuka. Misalnya, ajaran Thaoisme menekankan kesatuan dengan alam dan penerimaan akan kegembiraan dan penderitaan dalam hidup. Kedua, untuk mengembangkan dan memperkaya spiritualitas kita sendiri, misalnya praktek meditasi Budha membantu kita dalam latihan meditasi kita sendiri. Keinginan untuk belajar dari agama-agama lain tergantung pada hormat kita dan keinginan kita untuk menemukan kebenaran yang mana tidak ditemukan dalam Kristianitas.
Pendekatan inklusif melihat tradisi dari agama-agama lain juga sebagai “yang benar”. Pandangan ini membawa beberapa manfaat. Manfaat yang paling utama adalah pandangan ini membuka dialog antar umat beragama. Orang Kristen bisa belajar pikiran-pikiran yang benar dari Budhis, atau Hindu atau Islam, dan sebaliknya. Manfaat kedua, pandangan ini membuka wawasan orang untuk menemukan kebenaran. Kebenaran tidak hanya terletak dalam agama Kristen tetapi juga dalam agama-agama dan tradisi-tradisi yang lain. Tulisan-tulisan filsafat atau puisi juga mengandung nilai-nilai dan pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi manusia. Sumber-sumber yang memberi pencerahan atau yang memampukan kita untuk menciptakan masyarakat yang adil adalah gudang kebenaran. Point terakhir berupa sebuah pertanyaan: Mengapa Allah yang adil membatasi kebenaran hanya dalam satu agama dan meninggalkan sebagian besar orang tinggal dalam kesalahan? Bukankah sebuah tindakan imperialistic jika orang Kristen mengatakan bahwa budaya atau agama lain hanya benar jika setuju dengan iman Kristen?
Pandangan inklusif dipopulerkan abad 17 dan 18 oleh sekelompok pemikir yang dikenal dengan “deist”. Mereka berpandangan bahwa dalam tataran politik, toleransi yang mutualisme antar pandangan yang berbeda perlu untuk menciptakan masyarakat yang stabil. Hal ini berkaitan dengan kondisi masyarakat Eropa yang baru mulai pulih dari luka dan kehancuran akibat 30 tahun perang antara Katolik dan Protestan (1618-1648). Korban jiwa sangat banyak. Namun pandangan eksklusif bertambah dan bukannya berkurang. Permusuhan dan gesekan antar kelompok agama makin terasa. Jika ingin mencapai stabilitas politik, harus ada platform yang disepakati bersama.
Bersamaan dengan ini, muncul juga gerakan “natural religion” (agama alami). Gerakan ini menawarkan beberapa kebenaran yang bisa diterima oleh akal sehat orang banyak dan bisa dijadikan sebagai pemersatu. Tidak ada kekuasan luar yang mengatur seperti KS, Uskup atau Paus, atau Gereja. Akal sehat cukup untuk mengatur segalanya. Berbeda dengan “agama-agama pewahyuan” bersumber pada ajaran dari “yang menerima wahyu”. Pengetahuan disampaikan oleh “penerima wahyu” melalui pengajaran. Prinsip dari natural religion menurut Lord Herbert of Cherbury adalah: (1) Allah hadir, (2) Allah harus disembah, (3) melakukan perbuatan baik adalah bagian paling penting dari penyembahan kepada Allah, (4) orang harus mengakui dosanya, dan (5) ada ganjaran dan hukuman setelah kematian.
Kelompok “deist” seperti Matthew Tindal berpendapat bahwa pandangan eksklusif mengingkari keadilan Allah. Dalam bukunya “Christianity as old as the Creation” ia menentang kehadiran “penerima wahyu” dalam agama-agama yang mengandalkan pewahyuan. Ia memulai dengan dua argumen: (1) Allah tidak berubah; dan (2) manusia tidak berubah. Allah selalu baik dan bijak dan akan selalu seperti itu. Demikian juga dengan manusia tidak berubah dari generasi ke generasi. Karena Allah selalu baik, Allah akan selalu menghendaki agar setiap manusia memiliki pengetahuan tentang agama yang benar. Karena manusia sejak 2000 tahun yang lalu tidak berubah sampai sekarang, manusia pada jaman dulu pun tidak kekurangan pemahaman tentang agama yang benar. Maka, jika Allah adil, Allah harus memberikan semua orang di semua jaman akses yang sama untuk memahami agama yang benar. Dengan demikian, orang yang hidup sebelum Kristus tidak boleh dianggap lebih rendah oleh mereka yang hidup sesudah Kristus. Jika Allah hanya mewahyukan sesuatu kepada orang tertentu saja maka Allah tidak adil. Karena tidak semua orang di dunia adalah Kristen, maka akan menjadi tidak adil jika Allah hanya menawarkan keselamatan kepada orang yang percaya pada Kristus. Kebenaran-kebenaran agama hanya ditemukan melalui akal sehat yang dimiliki oleh semua orang dan bukannya diajarkan oleh hanya sebagian kecil orang dalam kurun waktu tertentu.
Pertanyaan muncul pada abad Pencerahan, “Jika akal budi kita membantu kita dengan pengetahuan penting demi keselamatan, untuk apa kita butuh Yesus?” Para pemikir abad pertengahan hanya memberikan jawaban-jawaban praktis. Misalnya, Yesus merangkum dan memaparkan secara jelas dan terperinci kebenaran-kebenaran yang yang sudah ada sejak dulu tapi masih terpisah-pisah. Yesus mengajar dengan penuh kuasa sehingga kebenaran itu bisa terungkap dengan lebih jelas. Mereka percaya bahwa walaupun Yesus adalah pengajar yang hebat, Ia tidak menambahkan suatu pesan yang sama sekali baru. Ada yang berpandangan bahwa wahyu yang disampaikan kepada Moses terbatas pada kelompok kecil orang. Sedangkan Yesus mengajar di daerah perkotaan, dimana perdagangan dan komunikasi berkembang sangat pesat sehingga pesan yang disampaikan Yesus bisa menyebar dengan cepat dan menjangkau lebih banyak orang. Apapun peran yang dimainkan oleh Yesus, bagi kelompok ini, Yesus hanya memainkan peran yang bersifat fungsional. Para pemikir natural religion menegaskan bahwa “dengan kemampuan akal budi dan refleksi yang cukup, semua manusia bisa menemukan agama yang benar.” Klaim bahwa hanya ada agama tertentu yang benar merupakan sebuah kesombongan kelompok.
Pertanyaan Kritis
Pertanyaan Kritis untuk Kelompok Eksklusif
Pertanyaan untuk kelompok eksklusif, “Apakah mereka yang bukan Kristen diselamatkan?” Kelompok eksklusif berpandangan bahwa Allah mengirim seorang penyelamat bukan banyak penyelamat. Yesus Kristus adalah agen tunggal keselamatan dari Allah. Mengingkari kebenaran ini sama dengan menyangkal inti dari iman Kristen. Pandangan ini melahirkan pertanyaan menarik lainnya: apakah seseorang harus mengakui secara eksplisit imannya akan Yesus supaya bisa memperoleh kehidupan kekal? Sipranus, seorang teologan awal Gereja menulis: “Seseorang tidak mungkin memiliki Allah sebagai Bapa jika tidak memiliki Gereja sebagai ibu.” Bahkan konsili-konsili awal Gereja (misalnya Konsili Trente) menegaskan bahwa “Di luar Gereja tidak ada keselamatan.” Kristus adalah jalan kepada Allah, Gereja adalah jalan kepada Kristus, dan Pembaptisan adalah pintu masuk ke dalam Gereja. Kristus menetapkan Gereja sebagai harta abadi dan melaluinya manusia di atas bumi bisa memperoleh rahmat yang dibutuhkan untuk masuk dalam kehidupan kekal. Kristus mempercayakan Gereja kepada Petrus dan para penggantinya, dan melalui pelayanan sacramental anggota Gereja bisa menemukan jalan menuju keselamatan. Yang lain mengklaim bahwa hanya mereka yang secara eksplisit mengakui Yesus sebagai Tuhan atau mereka yang “dilahirkan kembali” (Yoh 3:3) dapat diselamatkan. Pertanyaan praktis muncul: apakah itu berarti miliaran orang non Kristen dihukum dalam neraka? Apakah Gandhi ada di neraka? Apakah orang Yahudi atau yang berasal dari agama lain ada di neraka? Apakah orang Kristen yang tidak dilahirkan kembali bisa memperoleh surga? Pandangan eksklusif tidak menghilangkan kemungkinan bagi non Kristen untuk menikmati keselamatan. Yang dipertahankan adalah bahwa Kristus adalah satu-satunya agen keselamatan, menyelamatkan semua orang, bukan hanya mereka yang dibaptis atau yang “dilahirkan kembali”. Pertanyaan tentang keselamatan mereka yang bukan Kristen tetap menjadi pertanyaan penting yang harus terus direfleksikan oleh mereka yang menganut pandangan eksklusif ini.
Pertanyaan Kritis untuk Kelompok Inklusif
Pertanyaan penting bagi kelompok inklusif adalah: Apakah dasar bagi sebuah agama yang sah atau yang benar? Apakah semua agama sama dalam hal kebenaran? Apakah kelompok-kelompok lain yang tidak terdaftar sebagai agama-agama resmi juga merupakan agama yang benar? Apakah budaya-budaya tertentu dalam sebuah Negara juga merupakan agama yang benar? Persoalan terletak pada menetapkan kriteria sebagai sebuah agama. Jika semua kelompok ditetapkan sebagai agama yang sah dan benar, maka tentu saja tidak ada standar baku. Sebuah agama adalah baik dan benar sebagaimana agama yang lain. Sebaliknya, jika salah satu kelompok tidak diakui sebagai agama, maka standar apa yang digunakan untuk menentukan dan menilai kelompok itu? Penentuan standar inilah yang akan terus menjadi pergulatan kelompok inklusif dalam mempertahankan pandangan ini.
Penutup
Dilemma hadir karena adanya dua tegangan; yang satu berusaha mempertahankan kebenaran Kristiani dan Yesus sebagai penyelamat sementara di pihak lain berusaha untuk mengapresiasi agama-agama lain beserta dengan kekayaan dan nilai yang terdapat dalam agama-agama itu. Masing-masing kelompok menyodorkan nilai-nilai yang berguna bagi pertumbuhan iman kita. Pilihan ada di tangan kita masing-masing. Seseorang bisa saja senang dan yakin bahwa jurusan Akuntasi adalah jurusan terbaik baginya, tetapi apakah itu berarti jurusan yang lain salah? Kedewasaan dalam menentukan pilihan mengandung tanggung jawab dalam mempertahankan pilihan pada satu sisi sekaligus menghargai pilihan lain di sisi yang lainnya.
Pertanyaan Diskusi
1) Apakah Kristen adalah satu-satunya agama yang benar? Jelaskan alasannya dan tanggapan Anda terhadap kritik yang disampaikan untuk pilihan Anda!
2) Apakah Yesus adalah satu-satunya Pengantara Allah atau salah satu pengatara?
3) Kriteria apa yang dibutuhkan untuk menentuka suatu kelompok atau gerakan sebagai agama?