Berbohong atau menjadi tidak otentik itu sungguh tidak benar karena hal ini menghambat atau melukai hubungan manusia, kata Paus Fransiskus.
“Di mana ada kebohongan, di sana tidak ada cinta kasih, seseorang tidak bisa memiliki cinta kasih,” kata Paus Fransiskus dalam audiensi umum mingguan di Lapangan St. Petrus pada Rabu (14/11).
Menjalani kehidupan yang penuh dengan “komunikasi yang tidak jujur adalah masalah serius karena hal ini mengganggu hubungan dan oleh karena itu menghalangi cinta kasih,” kata Paus.
Paus melanjutkan rangkaian pembicaraannya tentang Sepuluh Perintah Allah. Kali ini fokusnya adalah perintah “Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu.” Menurut Katekismus Gereja Katolik, perintah ini berarti tidak boleh salah mengartikan kebenaran.
“Kita selalu berkomunikasi,” baik dengan kata-kata, gestur, perilaku seseorang dan bahkan dengan diam atau absen, kata Paus. Orang berkomunikasi melalui siapa mereka, apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka katakan. Artinya, orang selalu berada pada persimpangan, “bertengger” antara berkata benar atau berbohong.
“Tetapi apa makna kebenaran?” tanya Paus.
Tulus saja tidak cukup, kata Paus, karena seseorang bisa tulus akan suatu keyakinan yang tidak benar. Dan menjadi benar juga tidak cukup karena seseorang bisa menyembunyikan makna sesungguhnya dari sebuah situasi di balik begitu banyak detil yang tidak signifikan.
Kadang orang berpikir bahwa mengungkap urusan dan informasi rahasia orang lain itu wajar saja, kata Paus, karena “saya hanya menyampaikan kebenaran.”
Namun gosip menghancurkan persekutuan dengan bersikap tidak bijaksana dan tidak pengertian, kata Paus.
Lidah itu seperti pisau, kata Paus, dan “gosip itu membunuh,” menghancurkan orang dan reputasi mereka.
“Lantas, apa itu kebenaran?” tanya Paus.
Model dasar dari kebenaran adalah Yesus yang datang ke dunia “untuk memberi kesaksian akan kebenaran.” Seperti Ia mengatakan kepada Pontius Pilatus: “Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku,” demikian menurut Injil Yohanes (18:37).
Meneladani Yesus berarti menjalani hidup “dalam Roh kebenaran” dan menjadi saksi akan kebenaran, kasih pengampunan dan kesetiaan Allah, kata Paus.
“Setiap orang memperlihatkan atau menyembunyikan kebenaran dalam setiap tindakan mereka – mulai dari situasi kecil setiap hari hingga pilihan serius,” kata Paus. Maka manusia perlu bertanya kepada diri mereka apakah mereka jujur dan dan benar dalam kata-kata dan perbuatan mereka, “atau apakah saya seperti seorang pembohong yang menyembunyikan kebenaran?”
“Umat Kristen bukanlah laki-laki dan perempuan yang luar biasa. Tetapi mereka adalah anak-anak Bapa Surgawi yang adalah baik, tidak mengecewakan dan mengisi hati ini dengan cinta kasih kepada Saudara-Saudari kita,” kata Paus.
“Kebenaran bukan disampaikan dengan perkataan. Kebenaran adalah cara menjadi seorang manusia, cara hidup. Dan kalian melihatnya dalam setiap perbuatan,” kata Paus.
“Tidak menjadi pendusta berarti menjalani hidup seperti anak-anak Allah yang tidak pernah menyangkal” atau menentang dirinya dan tidak pernah berkata bohong,” kata Paus.
Ini adalah menjalani hidup dalam cara di mana setiap perbuatan mengungkap “kebenaran agung bahwa Allah adalah Bapa dan bahwa kalian bisa mempercayai-Nya,” kata Paus. Allah “mencintai saya, Ia mencintai kita dan (dengan demikian) kebenaran saya bertumbuh, saya menjadi orang yang jujur dan bukan pembohong.”