Bilamana kita berkunjung ke Gereja Katedral Jakarta “ Gereja Santa Maria diangkat ke Surga “saat ini, maka disebelah kanan bangunan gereja akan tampak sebuah patung seseorang yang tertidur disebuah bangku taman dengan ukuran yang proposional, sehingga memang mirip dengan kondisi sebenarnya.
Patung tersebut disebut dengan nama patung “ Yesus Tunawisma”
Patung ini adalah sebagai penanda dari beberapa ikon tahun keadilan, dimana ditahun ke 5 ( dimulai sejak tahun 2016 ) Keuskupan Agung Jakarta di tahun 2020 mengambil tema Amalkan Pancasila “ Kita Adil, Bangsa Sejahtera”.
Adalah menjadi suatu pertanyaan dan hal yang kontradiktif dari anggapan kita, bagaimana mungkin Yesus yang biasanya kita sebut sebagai Tuhan yang segala Maha Besar, disetarakan dengan seorang tunawisma yang bagi kita adalah golongan marginal yang tersingkir dan serba berkekurangan?
Sebagai latar belakang mengapa diambil Patung Yesus Tunawisma sebagai penanda di tahun keadilan ini, maka marilah kita menelusuri cerita dibalik ikon tersebut.
Patung “Yesus Tunawisma” diinspirasi dari “ Statue of Christ the Homeless atau Patung “ Yesus Tunawisma” karya Tim Schmalz, seorang pematung Kanada.
Ketika kita membuka sejarah kehidupan Yesus dalam injil, ternyata ketunawismaan Yesus berlangsung sepanjang seluruh pelayanan publik Yesus.
Ia meninggalkan keamanan/kenyamanan ekonomi yang dimiliki sebagai seorang perajin dan balas jasa terhadap keluarga, serta berkelana di Palestina sambil mengandalkan belas kasih orang lain.
Sebagian besar orang yang menunjukkan belas kasih kepada Yesus adalah kaum perempuan. Karena pelayanan Yesus berlangsung di sekitar kampung halaman para murid, sangat mungkin bahwa kelompok tersebut sering tidur di rumah anggota keluarga para murid itu.
Di antara Keempat Penginjil, Matius dan Lukas adalah yang paling menekankan ketunawismaan Yesus.
Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (TB Mat 8:20)
Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (TB Luk 9:58)
Para ahli sofiologi menafsirkan ketunawismaan Yesus sebagai ketunawismaan Sofia. Shane Claiborne, seorang penulis Monastik Baru, menyebut Yesus sebagai “rabi tunawisma”.
Rosemary Radford Ruether, seorang teolog Katolik, membahas ketunawismaan Yesus dalam kaitannya dengan konsep kenosis, yakni penyangkalan diri secara sukarela demi berserah kepada kehendak Allah.
Dalam sebuah penelitian yang panjang lebar mengenai Injil Matius, Robert J. Myles berpendapat bahwa ketunawismaan Yesus seringkali ditampilkan secara romantis dalam penafsiran kitab suci dengan cara mengaburkan kemiskinan dan kurangnya bantuan yang mungkin menyertai situasi tersebut.
Pematung dari Kanada bernama Tim Schmalz membuat Patung Yesus Tunawisma, sebuah patung perunggu yang mencitrakan Yesus berselubungkan selimut terbaring di bangku taman dengan menonjolkan luka-luka di kedua kaki.
Marilah kita merenungkan dan berkontemplasi dari penanda “Yesus Tunawisma”.
Ketika kita berada di Gereja Katedral Jakarta, maka tidaklah heran bila timbul pertanyaan, Mengapa Patung Yesus Tunawisma di pajang diluar gereja, tidak didalam gereja seperti patung-patung lainnya?
Hal tersebut adalah ajakan bagi kita untuk sama-sama merenungkan, dimana kita sebagai Umat Katholik yang saat ini berada di dalam gereja, dalam artian terbelenggu dalam kenyamanan sekiranya dapat melihat keluar, diluar gereja yang masih banyak orang-orang dalam kondisi sebagai KLMTD atau Kaum Lemah, Miskin, Tersingkir dan Difable ( berkebutuhan khusus ) yang perlu kita bantu dan kasihi, sebab mereka sebenarnya adalah bentuk lain dari Yesus yang telah lebih dahulu mengasihi kita dengan pengorbanan-Nya di kayu salib hanya untuk memerdekakan kita dari belenggu dosa.
KLMTD dapat diartikan sebagai mereka yang “tidak berdaya” atau secara sistematis memang tidak diberdayakan oleh orang-orang yang berdaya.
Gambaran Tunawisma adalah yang tepat menggambarkan penderitaan orang dalam kategori KLMTD.
Disebagian besar kota-kota Metropolitan, para tunawisma adalah orang-orang yang tidak bisa merasakan kebahagian seperti halnya orang-orang lain yang berkecukupan, walaupun mereka masih memiliki keinginan yang sama bagi kebanyakan orang, mereka perlu makan, perlu pakaian, perlu tempat tinggal dan yang lain-lain sebagaimana layaknya manusia hidup.
Disaat Natal atau bulan Desemebr tiba, sebagian orang di negeri berhawa dingin / musim salju, mereka beramai-ramai merayakan Natal dengan penuh sukacita, makan dan minum istimewa, tersedia berbagai kado sebagai ucapan sukacita dibawah pohon natal, didepan “bediang” / tungku pemanas/ alat pemanas sambil mendengarkan lagu Silent Night dan lagu natal lainnya, sementara itu kaum tunawisma hanya mampu menahan hawa dingin, tidur di bangku taman atau dilorong-lorong, sambil menahan lapar dan hanya mampu mendengar lagu Silent Night lewat suara sayup-sayup dikeramaian gereja.
Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi di kota-kota besar di Indonesia, masih banyak saudara-saudara kita disana yang perlu sapaan, bantuan, perhatian dan belaian kasih sayang dari kita.
Mereka masih berpikir hari ini apa yang bisa saya makan, sementara sebagian orang diantara kita malah berpikir hari ini mau makan apa ya?, direstoran mana ya?, dan semua pilihan pilihan yang enak-enak, bagi mereka masuk dalam angan maupun mimpipun tidak berani mereka lakukan.
Dengan menjadikan mereka bersaudara dan kita ikut berbelarasa maka Yesus juga akan bersuka cita.
“ Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku “. ( TB Mat 25:35-36)
Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. (TB Mat 25:40)
Apa yang bisa kuperbuat bagi Yesus ketika menjadi tunawisma ?
Ditahun 2020 ini Keuskupan Agung Jakarta telah mencanangkan bentuk dari pengamalan Dasar Negara Pancasila yang menginjak sila ke 5, “ Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” dari serangkaian sila-sila sebelumnya yang telah dilakukan sejak tahun 2016.
Tema yang diangkat adalah “ Amalkan Pancasila, Kita Adil, Bangsa Sejahtera”. Dan bagi umat Katolik seluruh Keuskupan Agung Jakarta sudahlah tidak asing dengan ujud dan istilah “Celengan Yesus Tunawisma”.
Diharapkan dengan celengan tersebut kita semua bisa berlatih dan berkomitmen “ menyisihkan walaupun sedikit dengan apa yang kita punya dan yang kita dapatkan dari penghasilan kita”
INGAT, rezeki yang kita peroleh sebenarnya adalah sebagian titipan dari Allah Yang Maha Pemurah untuk saudara saudara kita yang tidak ataupun belum beruntung, sudah selayaknyalah kita yang dipercaya oleh Allah sebagai menyaluran berkat untuk menyampaikan pada yang berhak.
Dua ribu rupiah setiap hari mungkin kecil bagi kita, senilai uang parkir atau cukup untuk diberikan pada peminta-minta dijalan, tetapi kalau untuk sarana bagi kita untuk berkomitmen dan siap membantu pada saudara-saudara kita yang belum beruntung teristimewa yang dalam kategori KLMTD adalah bukan hal yang mudah.
Melalui tema tahun ini “ Amalkan Pancasila, Kita Adil, Bangsa Sejahtera” marilah kita berlatih untuk saling peduli dan meminimalisasi jurang antara si kaya dan si miskin.
Sebagaimana himbauan Bapak Suci, Paus Fransiskus yang sudah mengawali persaudaraannya dalam dokumen tentang persaudaraan manusia “ Dokumen Abudabi” yaitu buah dari Pertemuan Bapak Suci Paus Fransiskus dengan Imam Besar Al Azhar di Uni Emirat Arab ( UEA ) 3-5 Februari 2019, bahkan sudah sejak 800 tahun yang lalu yaitu tahun 1219, Paus Fransiskus juga dengan nama pilihan yang sama telah menjalin persahabatan dengan pihak timur.
Diharapkan dengan pengimplementasian gerakan kemanusiaan yang adalah salah satu dari tujuan tahu Keadilan ini, sekaligus melaksanakan hibauan dari “Dokumen Abudabi” tidak ada lagi istilah Barat atau Timur, Kafir atau Non Kafir, si kaya dan si miskin, serta istilah istilah lain yang hanya menegaskan akan adanya perbedaan terlebih menunjukkan kelas yang berkonotasi yang satu lebih superior dari yang lain.
Marilah kita ujudkan anjuran Bapak Suci Paus Fransiskus agar gereja menjadi “Rumah sakit di medan perang” menjadi benar-benar nyata ditengah tengah masyarakat, terlebih yang sedang menderita.
Lakukan langkah awal di tahun 2020 ini dengan tetap berdisiplin dan berkomitment dengan celengan “Yesus Tunawisma” yang akan terbagi kedalam 4 tahapan atau periode :
- Periode 12 Januari 2020 hingga 19 Februari 2020, yang akan dikumpulkan 22 Februari 2020.
- Periode 13 April 2020 hingga 31 Juli 2020, yang akan dikumpulkan 3 Agustus 2020.
- Periode 1 Agustus 2020 hingga 31 Oktober 2020, yang akan dikumpulkan 3 November 2020.
- Periode 1 November 2020 hingga 31 Desember 2020, yang akan dikumpulkan 3 Jnuari 2021.
Hasil dari dana yang akan diperoleh akan digunakan untuk kepentingan bagi saudara-saudara yang termasuk dalam kategori KLMTD, harapan kita dengan bantuan tersebut mereka bisa mandiri, berdikari, dan berdaya guna sehingga mereka bisa juga merasakan apa yang kita rasakan yang dalam posisi yang berkecukupan.
Kiranya dengan latihan-latihan derma ini, ditahun tahun mendatang kita bisa lebih aktif ambil bagian dalam menjalankan tugas-tugas sosial dan kemanusiaan, baik bagi masyarakat ataupun alam sekitarnya.
Semoga semboyan kita, “ Semakin beriman, semakin bersaudara, semakin berbelarasa” dapat kita ujudkan dalam berkehidupan yang nyata, bukan sekedar kata-kata semata.
Tuhan Memberkati. Amin
( Al. Susilo Pranoto )