Beberapa dekade tahun-tahun terakhir ini perkembangan umat Katolik di Indonesia cukup berkembang dengan pesat, namun kondisi tersebut tidak seiring dengan perkembangan umat yang terpanggil untuk menjadi Imam, yang akhirnya jumlah Imam yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah umat yang harus dilayani.
Seorang Imam Katolik salah satu tugasnya adalah mempersembahkan Misa / Perayaan Ekaristi di gereja Katolik, misa harian, misa hari minggu juga misa misa khusus atau misa hari besar Katolik lainnya.
Kondisi tersebut juga terjadi di gereja Paroki St. Odilia – Citra Raya.
Catatan menunjukkan bahwa pada saat misa hari minggu, sekitar 500 hingga 1.500 umat akan hadir secara bersamaan dalam satu kali misa, sementara Imam / Romo yang mempersembahkan misa hanya satu orang atau terkadang hanya dibantu oleh satu orang diakon tertahbis.
Dalam sebuah peribadatan gereja Katolik atau Perayaan Ekaristi adalah mutlak keterlibatan semua Umat, pelayan misa baik dari Lektor, Pemazmur, Misdinar ( putra putri altar), Koor, Organis maupun Tata laksana dan seluruh pendukung misa harus aktif mengikuti dan melakukan ritus-ritus liturgi yang ada dengan khidmat, oleh sebab itu guna kelancaran sebuah misa maka perlu juga adanya pelayan pembantu romo untuk membagikan komuni yang sudah diberkati kepada umat yang hadir.
Pelayan pembantu komuni tersebut biasa dilakukan oleh Diakon atau Suster yang tertahbis, namun pada kenyataannya masihlah sangat kurang jumlahnya, sehingga diambillah pelayan pembantu komuni lain yaitu dari umat yang ditunjuk dengan persyaratan-persyaratan tertentu dan telah mendapat surat penunjukan dari keuskupan setempat, dan pelayan pembantu komuni ini biasa disebut “ Pelayan komuni luar biasa” atau “ Diakon awam” atau “ Diakon paroki” kalau di Indonesia saat ini disebut “Prodiakon”
Sejarah menunjukkan bahwa lonjakan jumlah umat Katolik terjadi di tahun 1966 di Keuskupan Agung Semarang, lalu Bapak Yustinus Kardinal Darmayuwana ( pada saat itu menjadi Uskup Agung Semarang ) mengajukan permohonan ijin ke Roma melalui Propaganda Fide ( Kongregasi Suci bagi Penyebaran Iman ) agar Uskup diperkenankan menunjuk beberapa pelayan awam yang dinilai pantas untuk membantu Imam membagikan komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi dan dikenal dengan istilah Diakon Awam.
Tahun 1983 Diakon Awam berubah menjadi Diakon Paroki, dan di Tahun 1985 berganti istilah menjadi Prodiakon.
Pada saat itu penugasan awam sebagai Prodiakon baru dilakukan oleh Keuskupan Agung Semarang kemudian disusul oleh keuskupan lain seperti Purwokerto, Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Prodiakon berasal dari bentukan kata “pro” kata Latin yang berarti “ untuk, demi, untuk kepentingan” dan kata “diakon” yang berarti “ seorang yang melayani, mengurusi, melakukan pelayanan”, sehingga “prodiakon” dapat diartikan sebagai “untuk melayani”, sebab tugas-tugasnya terutama adalah untuk melayani umat dalam berbagai kepentingan yang berkaitan dengan kehidupan beragamanya.
Prodiakon bertugas sesuai surat tugasnya, dengan masa tugas 3 tahun (dan setelahnya bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan ).
Tugas yang diberikan Uskup kepada prodiakon umumnya meliputi : Membagi komuni dalam Ekaristi ( Peran di Paroki ), Mengantar Komuni untuk orang sakit dan Lansia, memimpin doa dan Ibadat Sabda, memimpin Ibadat arwah ( orang meninggal, pemakaman, peringatan arwah ) untuk peran di lingkungan , dengan kemungkinan memberikan homili tetapi tidak memberikan berkat kepada umat.
Sehubungan dengan telah berakhirnya masa penugasan Prodiakon untuk Periode 2018 – 2021, maka telah ditunjuk oleh masing masing lingkungan sejumlah 158 calon prodiakon untuk masa penugasan periode 2022 – 2025 di Gereja Paroki Santa Odilia – Citra Raya
Minggu, 18 September 2022, pukul 09:00 – 13:00 telah diadakan sesi “Pembekalan Prodiakon” untuk Periode 2022 – 2025. Di Gedung Damian, Aula Lt.3, Gereja Santa Odilia Citra Raya,
Acara diawali dengan menyanyikan lagu “ Hidup ini adalah kesempatan”, sebuah ajakan kepada kita semua, untuk bisa berarti dan memberikan waktu dalam semangat melayani, kemudian dilanjutkan dengan Doa Pembukaan
Pengantar program disampaikan oleh Bapak Yulius Maran sebagai DPH Bidang Peribadatan, dengan pesan untuk semua para calon prodiakon agar senantiasa bisa menjadi Prodiakon dengan tekat dan semangat “Berusaha menjadi pelayan yang bermartabat dan handal”.
Materi pembekalan diberikan oleh Romo Richardus Matius Bili SS.CC, yang menjelaskan Sejarah istilah Prodiakon, Dasar Hukum keterlibatan kaum awam, panggilan untuk melayani, Fungsi dan Tugas Prodiakon, serta pakaian prodiakon dan peralatan dalam Perayaan Ekaristi.
Diawal pembekalan, Romo Richard mengutip sebuah kata bijak dari Santo Yohanes Maria Vianney, seorang imam yang sederhana, Sang Pastor dari Ars berkebangsaan Prancis ( 8 Mei 1786 – 4 Agustus 1859)
“ Tidak ada yang sebesar Ekaristi, Jika Tuhan memiliki sesuatu yang lebih berharga, Dia akan memberikannya kepada kita”.
Ini adalah pesan untuk kita semua umat Katolik, teristimewa para Prodiakon untuk senantiasa menghormati dan mengkuduskan Ekaristi.
Juga selalu menjaga sikap dalam pikiran, ucapan dan perbuatan serta berdevosi “Cinta pada Ekaristi”.
Sesi selanjutnya dilanjutkan pemilihan pengurus prodiakon baru, untuk koordinator paroki, koordinator wilayah serta koordinator group.
Sekitar pukul 11:00 acara berpindah ke Gedung gereja untuk penjelasan dan simulasi tata gerak serta cara pemakaian pakaian dan ornamen prodiakon lainnya, yang dibawakan oleh para Prodiakon senior.
Acara ditutup tepat pukul 12:30, dengan Doa Penutup yang dipimpin oleh salah satu calon prodiakon.
Selamat bertugas dan melayani, bagi para calon Prodiakon Periode 2022 – 2025.
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar “. (TB Luk 16:10)
Berkah dalem.
Penulis : Aspranoto sie Komsos