Shalom Aleichem, Damai dalam kasih Yesus
Ketika kita mendengar ajakan Ayo belajar Katekese, mungkin timbul penyangkalan kita dengan alasan, kalau hanya sekedar belajar katekese saya sudah belajar sebelum dibaptis, bahkan syarat mutlak untuk mengikuti sakramen baptis adalah harus lulus belajar katekese terlebih dahulu, terutama untuk baptisan dewasa. Dan bagi baptisan bayi / anak-anak, tanggung jawab itu diserahkan oleh kedua orang tua mereka yang nantinya disempurnakan pada saat mereka duduk di bangku sekolah dalam pelajaran Agama Katholik.
Katekese itu sendiri adalah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar/calon baptisan/umat Katholik memasuki kepenuhan hidup Kristiani.
Dengan adanya catatan sistematis tersebut, maka mengandung makna adalah dasar-dasarnya saja, yang nantinya harus didalami ketika kita sudah menjadi anggota gereja Katholik.
Dengan alasan tersebut maka pelajaran Katekese adalah pelajaran yang sangat hidup dan berkembang, mungkin disaat tertentu kita merasa cukup dengan apa yang telah kita terima, namun dengan pengalaman hidup yang berkembang, hal tersebut kadang-kadang kita rasa ada sesuatu yang belum penuh menurut takaran kita, sehingga ada baiknya kita bisa belajar dan menggali lagi agar iman kita tumbuh dan berbuah ( baca : berguna bagi sesama ).
Sebagai penyemangat kita untuk lebih mendalami kemampuan Katekese kita, kami akan menyampaikan sebuah pengalaman dari penulis alami atau mungkin juga dialami oleh para pembaca sekalian.
Mungkin diantara kita pernah mendengar ceramah-ceramah melalui Youtube atau cerita dari rekan rekan kita, beberapa penceramah yang ngakunya mantan pastor atau mantan suster yang telah berpindah ke lain hati.
Disini penulis tidak akan membahas baik/buruk atau bahkan dosa atau murtadkah beliau, namun yang penulis garis bawahi ketika mereka menyampaikan ceramahnya, yang disampaikan bukannya pengalaman atau keahlian disisi kepercayaan barunya, namun justru membuat suatu cerita fiktif, bahkan memanipulasi cerita dari tafsiran mereka pada keyakinan sebelumnya, dengan tujuan untuk menambah seru ceramahnya, disisipinya cerita-cerita halusinasinya, misalnya seakan akan umat Kristen menyakini Yesus lahir dibawah pohon cemara, mungkin beliau menafsirkan penggunaan aksesories pohon cemara sebagai pohon natal ( kita juga tidak tahu cerita seperti ini darimana sumbernya), dan beliau menilai penafsirkan itu salah ( padahal cerita juga tidak benar ), karena yang benar menurut beliau adalah dibawah pohon kurma, atau penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal itu sebenarnya memperingati dewa matahari dan issue-issue lain yang mungkin tidak pernah kita temukan dalam pelajaran agama kita.
Atau ada yang mengaku sebagai pastor jenius dan hanya beberapa tahun bisa menyelesaikan studinya menjadi Sarjana S3 pastoral dari universitas di Vatikan dengan jalur akselerasi.
Ada lagi selebrities yang pindah kelain hati, namun ketika beliau sudah masuk dikeyakinan baru tersebut, beliau mengajak dan menantang berargumen kepada para pengikut iman sebelumnya mengenai kepercayaan yang ditinggalkannya tersebut, entah apa motifnya, namun menurut pendapat penulis, mereka sekedar mencari kepuasan duniawi dengan tega menjual imannya bahkan sampai menghujat iman kepercayaan sebelumnya guna memperoleh pengakuan, mencari masa pendukung, atau aktualisasi diri yang ujung-ujungnya adalah mengumbar dan mengejar keserakahan guna memuaskan syahwat duniawinya.
Tentu sebagai umat Katholik, ketika kita menghadapi situasi tersebut diatas akan timbul berbagai macam reaksi, ada yang emosi, ada yang ingin mengklarifikasi dan mengajak berdebat atau bahkan orang yang sabar akan menampilkan jurus Kasih yang diajarkan-Nya, Ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Di pelajaran Katekese ini, kami mengajak para pembaca untuk mengambil hikmat dari setiap situasi-situasi seperti halnya tersebut diatas, yaitu mencari tahu, dengan semangat untuk menggali pengetahuan kita mengenai pendalaman iman kita dan pengetahuan Katekese kita melalui sumber-sumber yang tepat, sehingga kita bisa lebih mengimani iman kita dan siap menjawab bila hal tersebut ditanyakan atau diklarifikasikan kepada kita, teristimewa sebagai bekal dalam pewartaan kita pada sesama.
Pada edisi pertama Ayo belajar Katekese kali ini kita mencoba mengerti makna-makna dari hari hari Suci Paskah, yang pertama kita mencoba mengerti dan menghayati tentang Makna Teologis, Liturgis dan Pastoral dari MINGGU PALMA “ Memperingati Yesus Masuk Yerusalem”.
Ketika mendengar istilah Minggu Palma, maka akan terlintas beberapa pertanyaan dari kita,
- Apa Inti dari Makna perayaan Minggu Palma ?
- Mengapa disebut minggu palma, apa dasarnya, sementara injil sinoptik disana hanya menyebutkan ranting-ranting saja.
- Kenapa Yesus datang ke Kota Yerusalem, apa maknanya dari Yerusalem ?
- Kenapa Yesus naik Keledai, bukan Kuda, apa maknanya?
- Mengapa ada perubahan suasana ketika suasana perarakan yang meriah, berubah begitu masuk ke Gereja yang diiringi lagu sengsara dan pasio?
- Apa artinya Tahun A, B dan C ?
- Mengapa patung-patung dan salib di Minggu Palma diselubungi kain ungu?
- Apa saja makna yang kita resapi ketika kita mengikuti Misa di Minggu Palma ini?
- Bagaiman dengan penghayatan kita di Minggu Palma dalam kondisi saat Pandemi Covid 19 ini?
Selamat mengikuti, semoga pengetahuan dan penghayatan kita akan Katekese menjadi lebih bermakna dan berkualitas.
Mari menjadi pewarta yang berlogika, dengan nalar teologia,
Selamat belajar Katekese dari Romo Dr. E. Pranawa Dhatu Martasudjita, Pr ( Pengajar Teologi dogmatik dari Fakultas Teologi Wedhabakti, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sampai jumpa di Ayo belajar Katekese! Bagian ke 2,
Tuhan Memberkati.
( Alsprant )