( Oleh : Misdiyanto )
Para pembaca yang budiman, dalam rubrik katekese kali ini kita akan memperdalam masalah Sakramentali. Rubrik ini ditulis supaya umat kita memiliki pemahaman bahwa pengertian sakramen berbeda dengan sakramentali. Pertanyaannya apa sakramentali? Apa hubungannya dengan sakramen? dan bagaimana cara kita menggunakan sakramentali dengan benar?
Sakramen adalah tanda rahmat ilahi yang diadakan Kristus demi keselamatan manusia. Dengan sakramen ini ditandakan dan dihasilkan rahmat yang dimohon oleh Gereja. Maka sakramen juga disebut tanda dan sarana rahmat. Sedangkan sakramentali adalah kegiatan atau barang, yang berkaitan dengan sakramen (mirip, menunjang, menyiapkan, atau melanjutkan sakramen), yang digunakan Gereja untuk memohon hal-hal khusus yang bermanfaat untuk kehidupan jemaat (Bdk. Puji syukur hal. 104).
Dari pengertian diatas, jelas keduannya memiliki perbedaan. Namun memiliki keterkaitan yang erat. Perbedaan antara sakramen dan sakramentali ialah bahwa sakramen menyangkut Gereja seluruhnya dan merupakan pelaksanaan diri Gereja dalam bidang perayaan; sedangkan sakramentali selalu bersifat khusus, merupakan perwujudan doa Gereja bagi orang tertentu, entah pribadi entah secara kelompok. Oleh karena itu sakramentali bukanlah perwujudan kehadiran Kristus di dalam Gereja dalam arti sesungguhnya, melainkan bentuk doa permohonan Gereja yang konkret.
Upacara atau simbol-simbol yang disebut sakramentali, misalnya doa-doa tertentu, tanda salib, jalan salib, segala macam berkat, pengusiran setan, juga patung, khususnya salib, medali, air suci, abu (pada Rabu Abu), palma (pada Minggu Palma). Beberapa sakramentali berhubungan langsung dengan perayaan sakramen, misalnya, pemberkatan air baptis, juga pemberian lilin baptis dan pakaian putih, malahan pengurapan sesudah permandian; dalam sakramen perkawinan: doa atas cincin perkawinan dan pemberkatan kedua mempelai. Tetapi juga ada yang mempunyai arti khusus dalam hidup orang seperti kaul kebiaraan, pemberkatan busana kebiaraan, pemberkatan ladang dan panen. Pendeknya, untuk segala situasi kehidupan yang penting, yang pantas disertai doa permohonan Gereja, kiranya ada sakramentali. Sebab “bila manusia menggunakan benda-benda dengan pantas, boleh dikatakan tidak ada satu pun yang tak dapat dimanfaatkan untuk menguduskan manusia dan memuliakan Allah” (SC 61). Tentang peraturan mengenai hak dan wewenang mengadakan sakramentali lihat KHK kan. 1166-1172.
Selain dalam upacara-upacara khusus pada kesempatan lain umat Katolik sering memintakan berkat imam atas benda-benda religius seperti: rosario, salib, Kitab Suci, ataupun benda-benda lainnya, bahkan rumah dan tempat usaha. Ini juga termasuk golongan sakramentali, yang merupakan tanda suci yang diberikan untuk memohonkan hasil/ akibat yang baik terutama secara rohani, yang diperoleh berkat permohonan Gereja. Jika kita menggunakan atau mengenakan sakramentali dengan maksud yang baik, kita bisa memperoleh banyak keuntungan, misalnya bertambahnya persekutuan kita dengan Tuhan, pengampunan dosa-dosa ringan, perlindungan dari roh-roh jahat, pembatalan hukuman sementara karena dosa, dan banyak lagi berkat jasmani maupun rohani! Sungguh, suatu rahmat yang luar biasa dari Tuhan! Namun demikian, kita harus berhati-hati untuk tidak mempergunakan sakramentali sebagai jimat keberuntungan. Itu adalah dosa dan takhayul. Sakramentali harus digunakan dengan iman, kasih dan pengertian penuh bahwa semua berkat serta rahmat hanya datang dari Tuhan saja. Mari kita menggunakan sakramentali dengan benar karena sakramentali dapat membantu kita hidup kudus, yang merupakan tujuan hidup kita yang sesungguhnya!
(Sumber: Puji syukur, KWI: Iman Katolik, Kanisius 1996. KWI: Kitab Hukum K anonik, Grafika Mardi Yuana 2006.)
Foto : Heribertus Eric Wagolebo (Fotografer Santa Odilia – KFO)