Gereja Santa Odilia

 

stodilia-2Jadwal Misa

 

  • Harian pagi : 06.00 WIB  (Senin-Jumat)
  • Jumat I : 19.30 WIB
  • Sabtu sore : 18.00 WIB
  • Minggu : 08.00 (pagi), 18.00 WIB (sore)

 

Mengais Harapan di tengah Kemajemukan Keyakinan

Umat Paroki Santa Odilia, Kabupaten Tangerang, menyambut gembira keputusan Pastor Paroki bersama Dewan Paroki untuk menyelenggarakan Perayaan Paskah dan Natal di tiga tempat yang berbeda mulai 2015 ini. Keputusan itu mulai dilaksanakan pada perayaan Paskah beberapa bulan lalu. Perayaan ekaristi selama Tri hari Suci dilangsungkan di Gereja Paroki, Wilayah Santo Damian Tigaraksa, dan Wilayah Solear Cisoka. Bagi umat, ini merupakan sebuah peristiwa yang bersejarah karena untuk pertama kali bisa melangsungkan perayaan paskah di wilayah mereka.

Sebagian besar umat meyakini bahwa keputusan ini sebagai terobosan yang bijak dan berani.. Kata ‘bijak’ dan ‘ berani’ kiranya merupakan dua kata kunci untuk menggambarkan harapan dan suasana batin umat yang terus berjuang memelihara, merawat, dan mempertahankan imannya di tengah mayoritas umat yang berkeyakinan lain di Banten. Dewan Paroki tampaknya cukup bijak karena cepat merespon melihat pertumbuhan umat yang terus meningkat setiap tahun. Menurut data yang dilansir oleh Sekretariat Paroki, jumlah umat Paroki St. Odilia hingga Oktober 2015 mencapai 5.510 jiwa. Grafik perkembangan ini berbanding terbalik dengan luas gedung gereja yang hanya memiliki daya tamping 1500 – 2000 orang. Gereja yang dibangun mulai tahun 2002 dan resmi digunakan pada tahun 2004 memang dinilai cukup representatif pada waktu itu, karena jumlah umat masih berada dibawah kisaran 2000 jiwa. Namun dalam 10 tahun terakhir jumlah umat mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Sekedar diketahui bahwa gereja St. Odilia hadir di kabupaten Tangerang pada tahun 1996 dalam bentuk stasi dan hanya memiliki lima lingkungan, yaitu Lingkungan Citra Raya, Curug, Tigaraksa, Solear, dan Balaraja. Stasi ini berada di bawah Paroki Santa Monika, Serpong. Seiring dengan meningkatnya jumlah

gereja-st-odilia-citra-raya

umat maka dibangunlah gedung gereja yang berlokasi di tengah kompleks perumahan Citra Raya, Kecamatan Panongan, Tangerang. Setelah resmi digunakan sebagai gedung gereja, maka pada tahun 2006, Stasi Odilia mengalami perubahan status menjadi Paroki Santa Odilia. Sejak saat itu jumlah umat dan lingkungan terus bertambah. Pada tahun 2015, jumlah lingkungan bertambah menjadi 38 lingkungan.

Peningkatan jumlah yang luar biasa ini disebabkan karena berkembangnya pusat-pusat bisnis baru dan kota di wilayah Kabupaten Tangerang sehingga berkontribusi terhadap perpindahan arus manusia, juga karena kehadiran beberapa komunitas biarawan-biarawati di sekitar wilayah paroki. Saat ini ada beberapa komunitas yang berkarya di lingkungan Paroki Santa Odilia, antara lain, pertama, komunitas Pastor SS.CC, yang bertanggung jawab memimpin dan melayani paroki. Kedua, komunitas Susteran CB yang berkarya di bidang pendidikan. Ketiga, Komunitas Susteran SFD yang berada di daerah Matagara, Tigaraksa. Mereka bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan penitipan anak. Keempat, Komunitas Don Bosco (Salesian), yang terdiri atas para pastor dan bruder dari Kongregasi SDB. Mereka bergerak di bidang Balai Latihan Kerja (BLK). Kelima, Komunitas Susteran Alma di Wilayah Citra Raya. Komunitas ini bergerak dalam bidang pendidikan dan Panti Asuhan. Mereka fokus menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus. Keenam, Susteran HK yang membentuk komunitas di Balaraja. Mereka bergerak di bidang pendampingan kaum buruh.

 

stodilia-3

Kehadiran mereka dirasakan sangat bermanfaat dalam mendukung kegiatan pewartaan dan pembinaan iman umat di tingkat paroki, wilayah, maupun lingkungan. Sesuai dengan ciri khas dan semangat spiritualitas masing-masing, mereka telah menjadi ragi dan garam di tengah masyarakat Banten. Keteladanan hidup dan kemampuan mereka mengelola lembaga pendidikan yang berkualitas serta pendidikan keterampilan dalan bentuk Balai Latihan Kerja (BLK).

Maka upaya untuk mendirikan tempat ibadat baru merupakan sebuah keniscayaan. Tetapi upaya ini ternyata tidak mudah. Karena itu perlu ada strategi jitu sehingga layanan kebutuhan rohani umat dapat terpenuhi, antara lain dengan menyelenggarakan perayaan Paskah dan Natal di tiga tempat yang berbeda. Ada banyak penghematan yang terjadi, yaitu waktu dan biaya. Karena itu mereka menyambut gembira dengan keputusan paroki menyelenggarakan perayaan Paskah dan Natal di wilayah mereka sebagai sesuatu yang bijak.

Selain bijak, keputusan tersebut dianggap berani. Saat keputusan tersebut di sosialisasi kepada umat, ada yang merespons dengan riang dan gembira, tapi tidak sedikit juga yang bereaksi skeptif. Tetapi rasa pesimisme dan skeptif yang melanda sebagian umat justru direspon dengan positif oleh panitia. Mereka bekerja lebih hati-hati dan teliti, sambil mengatisipasi kondisi ketidaknyamanan yang bakal terjadi. Mereka berusaha sedemikian rupa dengan melibatkan berbagi pihak. Akhirnya, berkat doa umat yang tak kunjung putus serta kerja keras panitia, perayaan Paskah tahun ini berlangsung dalam keadaan kondusif dan penuh rasa persaudaraan. Dengan keterlibatan masyarakat itu ikut berpartispasi dan memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keamanan saudara-saudara mereka yang sedang merayakan Paskah.

Seiring dengan meningkatnya rasa persaudaraan, Dewan Paroki juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada umat Wilayah Solear-Cisoka yang mendapatkan izin dari warga setempat untuk membangun “Rumah Doa” di Solear. Ini merupakan kado istimewa bagi Paroki St. Odilia tahun 2015. Perjuangan yang panjang dan melelahkan yang bercampur dengan deraian air mata, akhirnya membuahkan hasil. Dewan Paroki mendorong umat untuk lebih mengedepankan pendekatan sosio-holic. Artinya, setiap umat di mana pun mereka berada harus terlibat aktif dalam kegiatan sosial, baik yang berlangsung di tingkat RT, RW, maupun Kelurahan. Tampaknya selama bebarapa tahun belakangan ini umat Wilayah Solear berusaha untuk terlibat aktif dalan seluruh kegiatan warga. Hasilnya ternyata menjanjikan. Mereka diberikan kesempatan untuk mendirikan Rumah Doa, bagaikan mata air yang muncul di tengah padang gurun yang tandus.

(Sumber : Buku Dua Belas Wajah Paroki Dekenat Tangerang – 2016)

Scroll to Top