Kongregasi Suster Fransiskus Dina, Zusters Fransiscanessen Van Dongen (SFD)

sfdSejarah :

Didirikan pada tgl. 26 Maret 1801 di kota Dongen, Belanda. Pada awalnya dirintis oleh 4 orang yakni Sr. Constance Van Der Linden, Sr. Coleta Coopmans dari Leuven, Sr. Marie Therese Brockaers dari Maaatricht dan Sr. Francoise Timmermans dari Leuven. Sebagai akibat dari Revolusi Perancis November 1796, 2 orang susteryakni Constance Van Der Linden&Sr. Francoise Timmermansmengungsi dari biara mereka di Belgia. Mereka tiba di Nederland tahun 1798 di pastoran Bokhoven. Dalam perjalanan selanjutnya untuk memberikan pelayanan di daerah Breda, di tengah perjalanan mereka dilanda hujan dan Badai yang sangat kuat. Sampai di Dongen, perjalanan tidak dapat dilanjutkan karena di tengah badai tersebut, roda kereta mereka putus. Selanjutnya mereka diterima dengan baik oleh pastor setempat yakni Pastor Van Gils OFM Cap. Pastor tersebut mengatakan kalimat : “ Nonnetjes, Ge Moet Niet Verder Gaan, Ge zijt hier op uw plaa ts ik heb zulke mensen nodig. Hier is voor uw plannen geode gelegenheid”. Yang artinya : “ Suster-suster, tak perlu pergi lebih jauh. Tempat ini sangat cocok untuk suster, Aku membutuhkan orang seperti kalian. Disini ada kemungkinan yang sesuai dengan rencana suster…”. Kalimat itu menjadi kalimat bersejarah bagi kongregasi Suster Fransiskus Dina. Kemudian tempat di mana roda kereta patah tersebut didirikan Biara pusat Kongregasi. 2 suster lainnya yang masih tinggal di Waawijk menyusul ke Dongaen dan menetap di Puri Bollkens. Pada tgl 26 Maret 1801, Kongregasi SFD resmi berdiri dengan status tingkat Keuskupan. Dalam perkembangannya, Kongregasi SFD melebarkan karyanya ke Jerman,  dan ke Indonesia.

Karya di Keuskupan Agung Jakarta :

Kongregasi memulai karyanya di Indonesia sejak tahun 1924. Dalam rentang waktu 92 tahun tersebut Komunitas SFD telah tersebar di Sumatera (14 komunitas), Kalimantan (7 Komunitas) dan Jawa (7 Komunitas). Bidang pelayanan meliputi :

Pendidikan : mulai jenjang TK s/d SMU dan SLB.

Kesehatan : berupa RS Bersalin, balai kesehatan, rehabilitasi kusta.

Pastoral   : karya di Paroki dan Lingkungan dan komunitas Pedesaan.

Sosial        : Pelayanan bagi buruh, asrama Putera-puteri dan Asrama SLB

Dan pendidikan informal  : Kursus menjahit dan kursus komputer.

Kongregasi SFD mulai hadir di KAJ pada Juli 1989, tepatnya saat diundang untuk kerjasama dengan KWI sebagai pengurus Rumah Tangga di wisma dan Kantor KWI serta petugas keuangan di kantor KWI.

Pada tgl 4 Agustus 1991, Pemimpin Regio SFD Medan memohon kepada Uskup KAJ Mgr. Leo Soekoto SJ, agar diijinkan membuka komunitas Kongregasi SFD baru di Jakarta. Dengan pertimbangan spiritulitas SFD terutama pelayanan buruh direncanakan komunitas SFD tersebut dibuka di daerah Tangerang. Pada 2 Desember 1991, pemimpin umum dari Nederland membuat surat , menyatakan keinginan untuk tatap muka dengan Mgr. Leo Soekoto SJ, selanjutnya pada 29 Desember 1991 pkl 9:00 pertemuan dilakukan  di Wisma Keuskupan Jl. Katedral 7 Jakarta Pusat.

Dalam perkembangan selanjutnya, setelah beberapa kali pertemuan antar pihak SFD, KAJ dan Yayasan Setia, diputuskan rencana pendirian Sekolah di Kecamatan Tigaraksa, Tangerang. Sambil mempersiapkan pendirian sekolah, Sr. Bernadetta Saragih melakukan pelayanan kesehatan dari rumah ke rumah. Sejak Juli 1993. Secara resmi, uskup KAJ Mgr. Leo Soekoto SJ mengeluarkan surat tugas kepada Suster Bernadetta Saragih pada tgl. 27 Agustus 1993.

Para suster yang diutus ke Tigaraksa awalnya tinggal di rumah umat selama 2 tahun. Kemudian pindah ke perumahan milik LDD selama 4 tahun. Baru pada tahun 1996 para suster menempati rumah baru di Desa Matagara , di tengah masyarakat sederhana yang mayoritas Muslim dan sebagian besar berprofesi sebagai buruh.

Pelayanan Kesehatan :

Sr.Bernadetta melayani orang sakit dari rumah ke rumah selama 2 tahun, pasien semakin banyak. Dengan bantuan donatur, didirikan tempat pengobatan menggunakan sebuah gubuk kecil di Ds. Matagara. Para pasien kerap membayar dengan hasil bumi karena kemampuan ekonomi yang rendah. Berkat Komunikasi yang baik, para suster mendapat bantuan obat gratis dari pihak KAJ dan juga dari Pastor Paroki St. Maria. Barulah setelah 8 tahun berkarya, pada tgl. 24 Mei 2002 keluar Ijin mendirikan Balai Pengobatan yang kemudian diberi nama DorKas (Dorongan Kasih). Bukan hal mudah , begitu banyak rintangan dan hambatan yang muncul, namun dengan rahmat ALLAH sampai saat ini Balai Pengobatan DorKas dapat melayani masyarakat sekitar. Saat ini klinik DorKas melayani kurang lebih 500~600 orang perhari yang sebagian besar pasiennya dari kalangan masyarakat miskin.

Pelayanan pendidikan :

Cukup sulit upaya yang harus dilakukan dalam melakukan pelayanan pendidikan. Masalah-masalah yakni bangkrutnya perusahaan yang rencananya akan membantu, perijinan IMB yang tidak kunjung turun, tidak adanya ijin dari MUI dan masyarakat sekitar dan seterusnya, benar-benar memakan waktu dan tenaga. Berbekal spiritualitas kongregasi serta nasehat dari yang mulia Kardinal Julius Darmaatmaja SJ : “Pengikut Fransiskus  tidak boleh putus asa, mengikuti YESUS memang banyak tantangan dan harus sabar”, para suster akhirnya bisa tetap memberikan pelayanan pendidikan dari SD ~ SMP sampai saat ini.

Spritualitas :

Visi : Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa TUHAN adalah BAPA semua orang , mencintai dan meninggikan semua orang.

Misi : Siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan YESUS KRISTUS dalam keprihatinanNYA terhadap manusia, dengan mendampingi, memberdayakan dan menghimpun : kaum muda, perempuan, orang kecil, dan sakit, dan bersama saudara lain

Jumlah yang berkarya di wilayah Gereja St. Odilia :

Scroll to Top