Iman Tanpa Perbuatan Adalah Mati

(Oleh :  Imanuel Sinulingga)

Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus. Pada prapaskah kali ini kita mendapat tema yang cukup menarik dari Keuskupan Agung Jakarta yaitu “Dipilih Untuk Melayani”. Siapa yang dipilih disini cukup jelas dimaksudkan adalah kita yang menjadi warga katolik. Dalam lagu tema prapaskah kali ini juga cukup tegas diungkapkan “Yesus Bersabda bukan kamu yang memilih Aku, Tetapi Aku yang telah memilih kamu”. Sehingga kata dipilih jelas disini maksudnya bahwa Yesus telah memilih kita untuk menjadi pengikutnya. Yesus yang memilih dan kita yang dipilih.

Lalu kata yang selanjutnya dikatakan “Kita dipilih bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani sesama”. Kata kunci disini diambil pada kata melayani dan dilayani. Sebagai pengikut Kristus kita ditugaskan untuk melayani dan bukan dilayani. Sehingga tepat kata-kata yang diambil sebagai tema “Dipilih untuk Melayani”

Bagaimanakah seharusnya kita melayani? Kita simak cerita dari pengalaman Bapak Paulus berikut ini. Ia seorang Katolik yang sejati, aktif dalam kegiatan Legio, rajin ke Gereja baik hari minggu maupun dihari-hari biasa. Membaca Alkitab dan berdoa sudah menjadi santapan sehari-harinya. Ia taat berpuasa  dan menghindari semua pantangan seperti yang diperintahkan dalam Kitab Suci.

Suatu malam yang dingin dan hujan ia duduk di ruang tamu rumahnya sambil membaca Alkitab. Hujan saat itu cukup deras yang  diiringi dengan kilatan petir. Dalam kondisi seperti ini ia hanya bisa lihat keluar rumah lewat jendela. Dia tersentak saat matanya melihat seorang pengemis tua yang sedang berjalan dalam derasnya hujan. Melihat hal itu tergeraklah hatinya dengan belas kasihan, kemudian ia  berdoa kepada Allah. “Ya Bapa, hamba-Mu melihat seorang pengemis tua yang sedang berjalan dalam hujan, berilah dia tempat berlindung ya Bapa sehingga dia dapat merasakan kehangatan dan pancaran kasihMu”.

Tidak lama kemudian Paulus mengintip keluar lagi  lewat jendela rumahnya dan ia melihat  pengemis tua itu berdiri dengan susah payah di depan pintu pagarnya dalam keadaan basah kuyub.  Setelah melihat pengemis yang malang itu, ia langsung berdoa, “Ya Bapa, tolonglah pengemis tua itu sehingga dia tidak menderita kedinginan, utuslah seseorang untuk membantunya”. Setelah itu ia pergi ketempat tidurnya dan beristirahat.

Keesokan harinya terjadilah kegemparan di sekitar rumahnya. Pengemis tua itu ditemukan meninggal di depan rumahnya, karena menggigil kedinginan. Melihat situasi itu, Paulus kembali lagi berdoa kepada Allah. “Bapa, bukankah sudah kuminta agar Engkau mengutus seseorang untuk membantu pengemis tua tersebut agar dia tidak kedinginan, sekarang dia sudah meninggal dalam keadaan yang sangat menyedihkan”. Kemudian terdengarlah jawaban: “Aku sudah mengutus seseorang untuk menolongnya dengan menghantarkan dia ke depan pintu rumahmu, tetapi engkau tidak membukakan pintu untuk menjadi tempat bagi dia bernaung dalam kedinginannya”.

Cerita tersebut tentu menggugah kita untuk melakukan sebuah refleksi tentang apa yang harus kita lakukan bila berhadapan persoalan itu. Ada beberapa hal yang bisa petik dari potongan cerita tersebut, antara lain: pertama, melayani harus disertai dengan doa, karena doa akan menjadi petunjuk bagi kita untuk melayani sesama kita. Tanpa doa kita mungkin tidak memperoleh petunjuk apa  dan siapa yang harus kita layani. Bapak Paulus tadi sudah melakukan doa dan Allah telah menunjukkan kepadanya  siapa dan apa yang harus dia layani.

Kedua, melayani tidak cukup dengan berdoa saja, tetapi justru yang paling penting adalah aksi nyata.  Barangkali Bapak Paulus menilai bahwa berdoa sudah cukup, tetapi ternyata itu tidak  cukup. Tetapi perlu ada tindakan nyata, misalnya memberikan kesempatan kepada pengemis tua itu untuk menumpang sebentar di rumahnya. Tapi nyatanya  ia tetap  menutup pintu rumahnya. Itu juga berarti dia menutup mata hati membantu  orang yang sangat membutuhkan pertolongannya. Dengan demikian pelayanan yang dikehendakinya tidak terwujud.  Karena ia enggan membantu sesama. Padahal  Allah menginginkan kita agar terlibat langsung melayani orang lain.

Ketiga, kegiatan melayani merupakan  ungkapkan nyata dari  iman kita. Dalam surat pastoralnya, Santo Yakobus dengan tegas mengatakan bahwa “Iman tanpa permbuatan pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:14-26). Sabda ini sekali lagi ingin menggarisbawahi bahwa menjadi orang Katolik tidak cukup hanya beriman saja, tapi iman itu harus diungkapkan dalam tindakan nyata. Ini  sangat sesuai dengan pencanangan tema Tahun Pelayanan 2014 “Dipilih untuk Melayani.” Hal yang ingin ditekankan  dalam tema ini adalah bahwa setiap orang Katolik harus menjadikan kegiatan pelayanan kasih merupakan bagian dari kebutuhan hidupnya sehari-hari.  Iman kita justru semakin berkembang, dan mengenal Allah yang penuh kasih dengan lebih baik, dalam setiap pelayanan yang kita lakukan untuk orang lain dengan tulus hati. Ada banyak contoh sederhana yang dapat kita lakukan untuk melaksanakan karya pelayanan, antara lain, menjenguk orang sakit, menghibur orang yang sedang berduka. Tentu yang paling penting di sini adalah kita berusaha untuk hadir secara fisik di tengah mereka yang sangat membutuhkan uluran tangan dan bantuan kita. 

1 thought on “Iman Tanpa Perbuatan Adalah Mati”

Leave a Reply

Scroll to Top