MELIPAT ALKITAB, UNTUK MENGHALALKAN AMBISI SESAAT

 

Sebuah perenungan ketika maraknya fenomena saling menghujat, karena merasa dinistakan.

Akhir-akhir ini telah ramai berita viral yang kita dengar, terutama melalui media sosial youtube, dimana orang yang mengaku “beriman” dengan giat dan penuh semangat menyampaikan berita-berita yang isinya bertujuan melawan kezaliman yang dirasakannya di bumi Indonesia dengan melawan balik perlakuan tersebut dengan ujaran-ujaran yang sangat berani, bahkan sampai lupa diri dengan kaidah-kaidah ajaran yang diyakini.

Beberapa kali penulis menerima postingan-postingan youtube yang akhir-akhir ini sedang viral tersebut, yaitu berupa berita, cerita, kesaksian dan usaha seorang youtuber yang mengaku seorang pendeta, namun dari beberapa informasi, tidak ada kelembagaan gereja / Persekutuan Gereja gereja Indonesia ( PGI )  yang mengakui status kependetaannya, dan mengaku juga sebagai seorang pastor yang bergelar  Master of Theology.

Tetapi berdasarkan cerita-cerita yang penulis ketahui dari beberapa sumber mengatakan, beliau pernah belajar di sebuat universitas swasta yang cukup terkenal, jurusan Fakultas Pertanian di sebuah kota kecil yang damai dan sangat teleran antar penduduknya, baik antar umat beragama, antar ras dan antar budaya, karena kebetulan penulis terlahir dan menjalani masa dewasa di kota kecil yang berhawa sejuk di propinsi jawa tengah tersebut.

Konon kabarnya beliau adalah seorang yang cerdas, berani dan ekspresif, juga berhasil dalam studynya dan juga pernah bekerja di beberapa bank swasta yang cukup terkenal, dengan melihat latar belakang tersebut tidaklah suatu hal yang mustahil bila beliau adalah orang yang berhasil dalam sisi keuangan dan mungkin juga giat belajar sehingga dapat belajar di beberapa jurusan, termasuk jurusan Theologia.

Dan dari kesan-kesan uraian dan kesaksian beliau, beliau juga aktif dalam  penginjilan ( baca : mencari pengikut ) dari sebuah komunitas gereja yang cukup terkenal juga di kota kecil tersebut, dan kesaksiannya sebagian besar umat baru yang beliau dapatkan ( baca ditaklukkan ), kebanyakan adalah berasal dari para umat yang “sangat” berseberangan fahamnya dengan keyakinan baru yang dianutnya tersebut, dan tentu saja ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi beliau.

Tanggal 13 Mei 2021 kali ini adalah hari yang istimewa dimana beberapa event dan peringatan hari besar jatuh dihari yang sama, yaitu Idul Fitri 1442 H, Hari Kenaikan Tuhan Yesus 2021, dan Bulan Mei adalah bertepatan dengan bulan Maria, serta pada 40 tahun yang lalu, tepatnya 13 Mei 1981 telah terjadi pencobaan pembunuhan terhadap Bapa Paus Yohanes Paulus II di Vatikan dengan empat tembakan oleh seorang pemuda Turki, Mehmet Ali Agca, namun diluar naluri dan emosi kita semua, justru setelah Bapa Paus sembuh dari penyembuhan luka tembaknya, Bapa Paus mengunjungi pemuda tersebut dan memaafkannya, yang akhirnya pemuda tersebut justru merasa menjadi saudara bagi Bapa Paus dan sekarang pemuda tersebut telah menjalani hidup sederhana dengan penuh kedamaian dan ketenangan.

Sebagaimana aktifitas tahun lalu saat hari raya Idul Fitri, begitu juga tahun ini, dipagi hari semua umat muslim mempunyai kewajiban  menunaikan ibadah sholat idul fitri, begitu juga dilingkungan penulis tinggal, sementara umat muslim menunaikan ibadah sholat idul fitri, kami yang non muslim bertugas menggantikan petugas keamanan / sekurity menjaga gerbang masuk dan keluar wilayah kami, sehingga keamanan perumahan diharapkan tetap terjaga, itulah komitmen kami sebagai bentuk persaudaraan di lingkungan wilayah kami dan ujud toleransi antar umat beragama agar semuanya dapat menunaikan kewajiban akan kepercayaan dan agamanya dengan baik, aman, tenang dan nyaman.

Dan disaat-saat seperti itu,  kami akan bertemu dan berkumpul dengan beberapa warga yang non muslim yang kebetulan bisa menyempatkan diri untuk bergabung dan ngobrol bersama sambil berjaga-jaga pintu gerbang dan pada saatnya nanti selesai sholat Idul Fitri kami bersilaturahmi / menyampaikan ucapan selamat kepada umat muslim sepulang dari menunaikan kewajibannya.

Sambil menunggu saat saat tersebut kami biasa mengobrol apapun hal yang bisa menambah kehangatan kami berkumpul saat itu, dan ketika itu ada seorang warga yang mengangkat issue obrolan pagi itu dengan membicarakan hal tersebut yang sedang viral, yaitu cerita youtuber tersebut yang mengaku sebagai nabi ke 26, dengan semangat beliau menceritakan akan kekaguman pada keberanian dan efek yang dihasilkan oleh keviralan youtuber tersebut yang menjadi trending topik di negeri ini, terutama ujarnya mengenai reaksi para penanggungjawab pemerintahan yang berhubungan dengan hukum, HAM dan agama akhir-akhir ini, yang seakan akan membuka aib negeri kita ini terhadap negara-negara lain.

Akhirnya dengan beberapa cerita viral dari kejadian tersebut, dimulai dengan aksi-aksi youtuber yang membawa misi-misi perjuangan atas nama kebenaran menurut keyakinan pribadinya (baca : ambisi pribadi ) dengan melibatkan emosi dari pengikutnya/followernya dan para fanatismenya, penulis mencoba merenungkan dan membandingkan fenomena semangat menyerang dan melawan kezaliman bagi umat Kristiani  dengan iman Kristiani sebagaimana kehendak dari firman-firman Tuhan yang tertulis di Alkitab.

 

Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (TB Mat 5:43-48)

 

Jelas sekali Yesus mengajarkan akan kasih yang Ia kehendaki, dimana kita diharapkan mengasihi akan sesama, meskipun itu musuh kita sekalipun, ketika kita dianiaya kita tetap mendoakan, ketika ada yang memberikan kebaikan kepada kita, kita tidak hanya membalasnya dengan kebaikan saja, namun lebih dari sekedar kebaikan, karena kita diharapkan menjadi umat yang sempurna, sama seperti Bapa yang di sorga adalah sempurna.

Dewasa ini dengan kemajuan teknologi informatika dan digitalisasi, yang mana ketika ekspresi hati, pikiran dan emosi kita timbul, saat itu terjadilah bahwa kondisi yang ada pada kita bisa seketika kita sampaikan tanpa kendala ruang dan waktu. Ketika kita tidak dalam “kesadaran rohani” yang penuh dan matang, seakan akan kita hidup di dua alam, yaitu alam rohani yang kita terima sebagaimana firman-firman Tuhan dalam Alkitab serta seruan-seruan dari gereja kita, namun disisi lain ketika kita menghadapi situasi dimana perasaan, hati dan emosi kita lepas dari kesadaran rohani kita, kita membabi buta mengeluarkan jurus-jurus pembalasan, yang sama sekali diluar gambaran dan pedoman firman-firman Tuhan.

Berjuang dan berperang melalui dunia maya ( baca : media digitalisasi) adalah suatu hal yang murah, mudah dan kecil kemungkinan menderita fisik. Namun kurban dari efek perang dunia maya tersebut lebih besar dan lebih luas daripada konflik fisik.

Kurban yang terzolimi dari pengaruh hasutan dunia maya bisa merambah dari hati, akal budi, fisik bahkan kurban yang lebih luas yaitu orang-orang disekitarnya.

Dalam telinga kita  pasti telah pernah mendengar dua orang pejuang yang tanpa turun lapangan namun berjaya di dunia maya, yaitu Veronica Koman dan Benny Wenda, yang satu adalah seorang pengacara dan  merasa menjadi pahlawan pejuang HAM Papua namun tinggal di Australia, yang lainnya merasa menjadi pejuang sekaligus presiden Papua merdeka namun tinggal di Inggris. Tentu kita semua juga yakin bahwa mereka pasti punya dan membaca/memahami isi Alkitab, tapi entah mengapa kalau kita rasa-rasa tindakannya lebih membuat kekisruhan daripada kenyamanan di tanah Papua, dan hal tersebut menumbuhkan kekisruhan di bumi Nusantara karena banyak pihak yang ikut memancing di air keruh akibat ulah dari mereka.

Adakalanya kita bisa berpikir “nakal”, pintar sekali kelompok-kelompok ( negara-2 yang punya kepentingan dengan Tanah Papua) bermain, cukup kasih dana “recehan” pada orang-orang yang punya semangat namun tak punya nurani imani untuk beraksi, tinggal menunggu tuaian kekisruhan di bumi Indonesia, setelah itu mudahlah dapatkan yang ingin mereka punya.

Begitu juga cara yang dilakukan youtuber yang mengaku nabi ke 26 tersebut, kepandaian bicara dan berdiskusi hanya melalui zoom conference dan youtube ( tanpa berani bertatap muka ), beliau bisa mendapatkan ikan apapun yang dia ingini, baik yang pro maupun yang kontra, karena dua-duanya secara langsung akan menjadi follower dan subscriber. Ujung-ujungnya pundi-pundi akan mengalir dengan deras ke kantung pribadinya.

Bagaimana bagi kita sebagai penonton, follower atau subscriber mereka ? Ketika iman kita tidak menapak dalam kaidah firman-firman Tuhan yang nyata, kita bisa lepas dari busur iman kebenaran yang kita yakini selama ini dan akhirnya pelan namun karena berulang-ulang kondisi ini akan menjadi “kebenaran umum” yang sebenarnya produk dari penyesatan.

Dengan situasi tersebut, Bapa Suci Fransiskus dalam pesan di Hari Komunikasi  Sosial Sedunia 2021, mengingatkan tanggung jawab di dalam diri kita. Entah itu sebagai “pembuat konten” maupun “pembaca konten”, kita perlu bersama- sama mengalirkan energi positif di tengah kehidupan bersama. Pesan sederhana, “Datang dan lihatlah!” menjadi sangat tepat di tengah maraknya ketergantungan kita hanya pada informasi melalui internet. Kerap kali kita hanya berhenti pada kegiatan melihat tanpa mau sungguh-sungguh datang untuk memahami setiap informasi yang kita terima. Melalui Bapa Suci, Yesus pun menyapa kita untuk juga memiliki kesempatan untuk datang pada setiap peristiwa setelah kita melihat hal itu melalui pemberitaan di internet. Itulah tanggungjawab kita sebagai pengikut Kristus di tengah banyaknya informasi yang kini tersedia melalui jaringan internet di sekitar kita. “Kita semua perlu bertanggung jawab atas komunikasi yang kita buat, Untuk informasi yang kita bagikan, yang dapat kita lakukan terhadap berita dan berita palsu. Setiap dari kita didukung oleh bukti kebenaran: pergilah, lihatlah, dan wartakanlah. ”

Kita telah menyadari bersama, bahwa bumi pertiwi Indonesia memang terdiri dari beberapa perbedaan-perbedaan baik dalam hal suku, ras, agama, budaya dan adat istiadat. Berkat kuasa Tuhan dan dedikasi serta jiwa persatuan para pendahulu bangsa kita, perbedaan-perbedaan itu bisa diubah menjadi suatu mozaik keindahan yang secara tidak kita sadari, membuat negara-negara lain yang punya kepentingan menjadi iri dan cemburu. Dan ujung-ujungnya mencari cara apapun, agar mozaik itu menjadi cidera dan menimbulkan perpecahan, sehingga mereka mudah untuk menguasainya.

Menjadi sosok pemimpin di negeri yang penuh perbedaan sebagaimana negeri Nusantara yang kita punyai ini tidaklah mudah, sebagaimana negeri yang mempunyai faham atau hukum/tradisi yang sama, seperti Cina, India, Pakistan, dan sebagian besar negeri Timur Tengah.

Seorang tokoh, pemimpin ataupun gembala, baik dari bidang kepemerintahan, kemasyarakatan ataupun kerohanian di Nusantara, dituntut akan talentanya sebagaimana seorang pemain akrobat meniti seutas tali di atas jembatan perbedaan-perbedaan, bagaimana caranya bisa berhasil meniti namun tidak mengurbankan sisi perbedaan-perbedaan tersebut, sehingga tidak ada pihak yang merasa tersakiti dan saat itulah keseimbangan-keseimbangan dalam berbagai hal harus dimainkan.

Minggu lalu, tepatnya tanggal  9 Mei 2021, kita semua, khususnya umat Paroki St. Odilia telah menyaksikan bersama “ Misa Syukur Pesta Perak “ Imamat ke 25, dari seorang Bapak Gembala kita Romo Felix Supranto SS.CC.

Yang menjadi sangat berkesan dan menarik, walaupun kejadian tersebut sudah kesekian kali terjadi di Gereja St. Odilia, dimana dalam satu atap Gereja telah terjadi situasi rasa kebersamaan,  kesyahduan dan sama-sama dapat bersukacita, meskipun saat itu terdiri dari beragam perbedaan, namun tetap satu sehingga tersirat keharuan dan berkat bersama.

Disitu terdapat unsur beda agama, yaitu adanya saudara pimpinan-pimpinan Muslim dan rekan-rekannya,  dalam wadah Forum Kerukunan Antar Umat Beragama, Bapak –Bapak pimpinan TNI dan Polri yang biasa terkesan dalam pikiran kita gambaran ketegasan, hukum dan pidana, para Jajaran Pemerintahan yang dalam pikiran kita gambaran para birokrat serta tokoh-tokoh Masyarakat, bersatu ikut bersyukur bersama umat St. Odilia serta Bapak Uskup Ignatius Kardinal Suharyo beserta para Imam dan suster, sama-sama merayakan Misa Celebration dan Pesta Perak dari Bapak Gembala kita tersebut.

Tentu saja ini bukan suatu kejadian yang tiba-tiba, namun suatu perjuangan dari penghayatan dan pelaksanaan firman-firman Tuhan dalam diri seorang Bapak Gembala, Romo Felix Supranto, SS.CC. Beliau telah mengawalinya didalam kesatuan tugas Imamatnya, baik dalam doa juga dalam pergaulan serta bersosialisasi, sehingga tercipta banyak gerakan-gerakan kemanusiaan  yang tercipta, tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang akhirnya terlahir suatu Mozaik Perbedaan yang sangat indah. Kita boleh sebut, beliau adalah “ Seniman Iman “ yang membuat segala perbedaan menjadi indah ketika Kasih menyatu dalam mozaik perbedaan, maka akan menghasilkan segalanya menjadi indah dan damai.

Seorang pemain musik sejati, dia akan melakuan proses penyetelan atau stem pada alat musiknya secara berkala, begitu juga dengan alat-alat ukur dalam dunia mesin dan teknologi, laboratorium dan ilmu kedokteran, ada saat saat tertentu “harus’ di kalibrasi.

Begitu juga dengan iman kita, kita harus sering mengkalibrasi pikiran, perkataan, dan perbuatan kita terhadap firman-firman Tuhan, Apakah masih sesuai, atau sudah melenceng ?

Kita bersyukur dalam masa perulangan tahun akan kejadian-kejadian dikalender liturgi gereja, kita diingatkan, misalnya dengan Pembaharuan Janji Baptis di Masa Paskah, atau ucapan dan doa di hari ulang tahun, bahkan Pembaharuan Janji Perkawinan disaat hari ulang tahun perkawinan kita. Makna yang terkandung dalam peristiwa tersebut adalah kita dituntut dan diingatkan untuk senantiasa mengkalibrasi Iman kita, Apakah masih sesuai dengan tujuan dan janji awal kita, atau sudah melenceng jauh ?

Disaat-saat seperti zaman sekarang ini yang makin sulit, sekaligus dimudahkan, terutama dengan teknologi-teknologi yang ada saat ini, kita harus lebih hati-hati dan sekaligus jeli, apakah segala ucapan, perbuatan dan pikiran kita, masih sesuai dengan kaidah firman-firman Tuhan.

Sebab ada diantara kita secara sadar atau tidak sadar, melipat isi Alkitab yang kita yakini, dan hanya mengambil dan melihat pasal-pasal atau kata-kata yang menguntungkan bagi tujuan dan ambisi kita saja, dan menutup pasal-pasal dan ayat-ayat yang tidak menguntungkan kita, sehingga naas secara keseluruhan tidak dilihat, dilakukan dan diserap secara sungguh, sebagaimana Allah menghendaki untuk kita perbuat.

Semoga kita semua senantiasa disegarkan dengan firman-firman Tuhan secara keseluruhan, dan senantiasa mengkalibrasi secara sungguh agar apa yang kita perbuat, ucapkan dan Imani senantiasa sesuai dengan apa yang diinginkan Allah terhadap umat-Nya,  melalui firman-firman-Nya. Amin

Tuhan memberkati.

( Aspranoto )

 

Leave a Reply

Scroll to Top