Hidup Untuk Melayani

( Oleh : Yoanna Maria Vianney Rosariati )

“Hidup Untuk Melayani” merupakan tema bulan Kitab Suci 2014 Keuskupan Agung Jakarta. Melalui tema-tema permenungan dalam pendalaman Kitab Suci setiap minggu selama bulan Kitab Suci (September) kita diajak belajar dari para tokoh dan nabi dalam Kitab Suci untuk memaknai hidup kita lewat melayani Tuhan dan sesama.

Pada dasarnya kehidupan kita tidak terlepas dari tindakan melayani, sebab melayani merupakan nafas hidup manusia. Tanpa melayani manusia tidak dapat menjalani hidup yang sesungguhnya, sebab dengan melayani kita dapat memberi arti pada kehidupan kita dan hidup kita menjadi lebih hidup. Dengan kata lain hidup kita menjadi lebih bermakna bagi diri dan sesama. Melayani sama dengan memberikan diri, bila kita mau memberikan diri maka akan mengalami kepuasan dan kebahagiaan baatin bila dilakukan dengan hati tulus.

Relasi yang baik dengan Tuhan dan sesama dapat dibuktikan jika kita mau melayani Tuhan dan sesama dengan penuh cinta. Dalam Kitab Suci sering berbicara tentang Tuhan yang melayani manusia. Jadi dengan demikian melayani merupakan sikap yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan Tuhan dan manusia.

Makna melayani menurut Kitab Suci: Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, tindakan melayani selalu dikaitkan dengan pekerjaan seorang hamba. Istilah ‘melayani’ dalam bahasa Ibrani adalah ‘abad’ atau “ebed”.  Kata ‘abad’ sendiri berarti bekerja untuk orang lain. “Orang lain” di sini sebenarnya menunjuk pada mereka yang mempunyai kedudukan lebih tinggi, seperti majikan atau tuan. Hal itu berlaku untuk Tuhan, sebab Dialah yang paling tinggi diantara yang berstatus “tinggi”, maka ada istilah dalam Kitab Suci “Ebed Yahweh” , atau hamba Tuhan dan abdi Allah (bdk 2 Raj 1:10-11). Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru: “Diakon”  bertugas untuk melayani meja (Kis 6:2) = melayani kebutuhan sehari-hari jemaat yang berkekurangan. Seorang hamba melayani karena ketaatan dan mungkin juga karena ketakutan.  Sementara, seorang diakon melayani dengan sukarela, penuh kasih, iman, dan kesabaran. Ia melayani kepada setiap orang. Bukan hanya orang-orang yang lebih tinggi statusnya (bdk. Kis 6:1-4). Diakon dan hamba sama-sama melayani tetapi motivasinya berbeda. Kita sebagai umat Kristiani hendaknya mempunyai semangat pelayanan sebagai seorang diakon daripada seorang hamba.

Mengapa kita harus melayani? Karena Allah sendiri adalah pelayan. Allah sudah melayani manusia sejak manusia pertama dengan membuat tamab Eden baginya, supaya manusia hidup damai dan dekat dengan Allah (Kej 2:7-8). Allah menjanjikan tanah air yang subur bagi Abraham dan keturunannya. Allah juga melayani bangsa Israel ketika mereka mengalami kesulitan dan penderitaan di Mesir dan ketika mereka keluar dari Mesir menuju tanah Terjanji, Allah memenuhi kebutuhan bangsa Israel seperti memberikan manna dan minuman secara ajaib (Kel 16:1-36). Allah melayani manusia dengan setia, tanpa henti dan tanpa bosan sebab Allah setia, murah hati dan berbelas kasih, ia tidak membiarkan manusia menderita.

Yesus juga pelayan bagi manusia, seluruh hidup-Nya diabdikan sebagai pelayan. Ia melayani karena ingin menjadi seperti Allah. Kesatuan-Nya dengan Bapa mendorong-Nya untuk setia melayani manusia, Ia setia, memperhatikan orang lemah, kecil dan menderita, Ia juga sangat berbelas kasih dan selalu tergerak hatinya bila melihat orang menderita (Mat 14:14, 15:32 dan Mrk 1:41-42). Pelayanan Yesus selalu menghadirkan damai dan suka cita bagi banyak orang, tidak mencari kesenangan dan keuntungan diri, sebab Ia menanggung semua kelemahan dan penderitaan kita (Rom 15:1-3). Sikap Yesus itu menjadi teladan bagi Gereja.

Jika Allah dan Yesus adalah pelayan. Maka kita sebagai pengikut Kristus pun diharapkan menjadi pelayan bagi sesama. Seperti dinasehatkan Yesus dalam Mat 20:26-28. Melayani memang tidak mudah sebab dengan melayani kita harus rela menyangkal diri. Tindakan melayani menjadi jalan bagi kita murid Kristus sebagaimana Kristus melayani kita. Melayani merupakan tanda dan bukti kita dipercaya oleh Tuhan dan melayani menurut Santo Paulus adalah karunia (Rom 12:7), dan karunia adalah anugerah dari Allah maka kita harus bangga dan bersukacita menerima karunia tersebut dengan mewujudkannya dalam sikap hidup nyata yaitu melayani dengan tulus hati sehingga hidp damai dan cukacita.

Leave a Reply

Scroll to Top