Dalam Misa di Casa Santa Marta, 29 November 2018, Paus Fransiskus memalingkan pemikiran pada akhir dunia berdasarkan bacaan hari itu dari Kitab Wahyu, yang menggambarkan kehancuran Babel, simbol keduniawian, dan dari Injil Lukas 21:20-28 saat Yesus menceritakan tentang kehancuran Yerusalem, kota suci.
Pada hari penghakiman, Babel akan dihancurkan dengan seruan kemenangan yang hebat, kata Paus. Pelacur besar akan jatuh, kata Paus, dikutuk oleh Tuhan, dan pelacur itu akan menunjukkan kebenarannya: “Sarang bagi iblis, kandang bagi setiap roh yang tidak bersih.”
Paus mengatakan, korupsi akan terungkap di bawah kecantikannya yang luar biasa dan pesta-pestanya akan terungkap sebagai kebahagiaan palsu.
“Suara para penyanyi, pemain kecapi, peniup seruling dan sangkakala, tidak akan kedengaran lagi dalammu. Tidak akan ada pesta yang lebih indah … Pengrajin seni tidak akan ditemukan lagi dalammu; karena engkau bukan kota kerja tetapi korupsi. Suara batu kilangan tidak akan terdengar lagi dalammu; tidak ada cahaya lampu yang akan terlihat dalammu lagi. Kota mungkin terang, tapi akan tanpa cahaya, tidak bercahaya. Penduduknya adalah masyarakat korup – suara pengantin wanita dan pengantin pria tidak akan pernah terdengar lagi dalammu. Ada banyak pasangan, banyak orang, tetapi tidak akan ada lagi cinta. Kehancuran ini dimulai dari dalam dan berakhir ketika Tuhan berkata: ‘Cukup’. Dan akan datang suatu hari ketika Tuhan berkata: ‘Cukup dengan penampilan dunia ini.’ Inilah krisis masyarakat yang angkuh, terlalu percaya diri, diktator, dan berakhir dengan cara ini.”
Paus kemudian beralih pada nasib Yerusalem. Kota itu akan melihat kehancurannya, kata Paus, dalam jenis korupsi lain, “korupsi yang datang dari ketidaksetiaan kepada cinta; kota itu tidak dapat mengenali cinta Allah di dalam Putra-Nya.” Kota suci akan “diinjak-injak oleh orang-orang kafir” dan dihukum oleh Tuhan, kata Paus, karena kota itu membuka pintu hatinya untuk orang-orang kafir.
“Penyembahan berhala dapat terjadi dalam kasus kehidupan Kristen kita. Apakah kita hidup sebagai orang Kristen? Sepertinya kita melakukan itu. Tapi sesungguhnya hidup kita dalam penyembahan berhala, kalau hal-hal ini terjadi: kalau kita digoda oleh kehidupan-kehidupan Babel dan Yerusalem. Keduanya mencari sintesis yang tidak bisa dilakukan. Dan keduanya dikutuk. Apakah Anda seorang Kristen? Apakah Anda Kristen? Hiduplah seperti seorang Kristen. Air dan minyak tidak tercampur. Mereka selalu berbeda. Masyarakat kontradiktif yang mengaku beragama Kristen tetapi hidup seperti penyembah berhala akan berakhir.”
Kembali pada dua bacaan itu, Paus mengatakan, setelah kedua kota itu dikutuk, suara Tuhan akan terdengar: Keselamatan setelah kehancuran. “Dan Malaikat berkata: ‘Datanglah: Berbahagialah orang-orang yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba.’ Pesta besar; pesta yang benar,” katanya.
“Menghadapi tragedi kehidupan, kita dipanggil untuk melihat ke cakrawala, karena kita telah ditebus dan Tuhan akan datang menyelamatkan kita. Ini mengajarkan kita untuk menjalani cobaan dunia, bukan berkompromi dengan keduniawian atau penyembahan berhala yang membawa kehancuran kita, tetapi dengan harapan, dengan pemisahan diri kita dari rayuan duniawi dan penyembahan berhala ini dengan melihat ke cakrawala dan berharap dalam Kristus Tuhan. Harapan adalah kekuatan kami untuk bergerak maju. Tetapi kita harus memintanya dari Roh Kudus.”
Akhirnya, Paus mengajak kita berpikir tentang orang Babilonia zaman kita dan banyak kerajaan kuat abad terakhir yang telah jatuh. “Kota-kota besar saat ini akan juga berakhir,” kata Paus, “dan begitu juga hidup kita, jika kita terus pada jalan menuju penyembahan berhala.”
Paus mengatakan, yang tertinggal hanyalah mereka yang berharap akan Tuhan. “Bukalah hati kita dengan harapan dan jauhkan diri kita dari penyembahan berhala.”(PEN@ Katolik/ berdasarkan Vatican News)