“The man behind the gun” di Era Digitalisasi

Renungan APP 2021 – Minggu Keempat

Shalom Aleichem, damai dalam kasih Yesus

Bapak, Ibu, adik-2 dan saudara/i yang terkasih dalam Kristus,

Minggu ini kita telah memasuki minggu keempat masa prapaskah, dalam materi perenungan APP 2021 KAJ, minggu  prapaskah keempat bertemakan “ Persaudaraan dalam Dunia Digital”.

Di era digital ini kita tidak bisa menghindar dan boleh dikatakan mau tidak mau harus akrab dengan apa yang dikatakan “kecanggihan lalu-lintas informasi” yang menawarkan kecepatan dalam hitungan detik serta masih banyak kecanggihan lainnya.

Tanpa berkata dengan mulut dan mendengar dengan telinga, bahkan hanya menggunakan jari-jemari kita, disaat yang kita inginkan kita sudah bisa menyampaikan apa yang mau kita sampaikan pada saudara kita, sahabat kita, komunitas kita, alumni-alumni komunitas kita, bahkan pada orang yang tidak kita kenal sama sekalipun, baik berupa tulisan, gambar, audio, video bahkan online/livestreaming.

Sungguh ajaib dan menakjubkan, tetapi juga sekaligus bisa menjadi “petaka” bagi orang yang tidak bisa memperlakukan dengan arif dan bijaksana dari kecanggihan sarana informasi di era digital sekarang ini.

Suatu ketika, saya mendapat pesan melalui WA dari seorang teman Protestan, yang memang sudah biasa menyampaikan pesan, salam dan doa sukacita setiap pagi, baik berupa gambar dan tulisan-tulisan penyegar rohani harian, juga youtube dari pendeta beliau yang sesekali saya melihatnya, yang tentu saja sangat menyejukkan bagi kita yang sama-sama umat Kristiani.

Tapi kali itu lain, pesan tersebut berupa forward ( terusan ) berita yang sudah dikomentari, dan dilanjutkan ke saya dengan beliau komentari juga, dengan bahasa yang mungkin tidak bisa saya sampaikan karena bahasanya yang membuat kita miris untuk sebutan orang yang kita hormati.

Isi berita tersebut adalah mengenai tanggapan dalam kotbah seorang pendeta yang cukup terkenal baik di media televisi maupun sosial media negeri ini, mengenai berita yang sedang hangat saat itu, yaitu penafsiran seorang wartawan asing akan ungkapan Bapak Paus Fransiskus dalam bahasa Spanyol di Film “Francesco” selama perjalanannya di Spanyol mengenai LGBT yang seharusnya harus kita akui dan hargai juga haknya sebagai saudara ditengah-tengah keluarga dan masyarakat kita ( bagi kita umat Katholik pasti tidak asing dengan semangat itu dengan mengacu ensiklik ketiga Paus Fransiskus “ Fratelli tutti” tentang persaudaraan dan persahabatan sosial), sehingga timbul istilah yang ditafsirkan oleh seorang wartawan sebagai “ Civil Union” yang menurut bahasa Inggris/Amerika ditafsirkan sebagai legalisasi untuk hubungan/perkawinan antar LGBT.

Tentu saya kaget dan ada rasa sakit hati, sebab kita merasa Bapak Paus yang kita hormati tersebut dikatakan dengan kata-kata yang tidak pantas, dengan tuduhan yang menurut saya tidak mungkin dilakukan oleh sebuah kebijakan Gereja Katholik kita.

Kemudian saya mencoba membaca beritanya dan melihat kotbah dari Bapak Pendeta tersebut via youtube channel beliau.

Disitu bapak Pendeta mengungkapkan bahwa sangat disayangkan seorang Paus melegitimasi hubungan perkawinan antar LGBT, kalau hanya sekedar mencari popularitas semata, dan itu sangat tidak terpuji ( dikutuk), dan komentar itu beliau sampaikan sehubungan dengan berita yang beliau terima dari sumber CNN Indonesia, yang diakhir kotbahnya dia menyampaikan doa-doa syafaat yang intinya minta Tuhan menyadarkan Bapak Paus akan tindakannya, dsb.

Saya mencoba tidak langsung menjawab WA dari sahabat saya tersebut, namun mencari referensi-2 dari berita, dan youtube dari beberapa Romo melalui channel youtube, mengenai hal tersebut, sehingga saya mendapat berita yang sesungguhnya, yaitu hanya salah tafsir menterjemahkan dari seorang wartawan dari bahasa Spanyol kedalam bahasa Inggris/Amerika.

Dari link klarifikasi beberapa Romo tersebut, baru saya sampaikan ke sahabat Protestan saya tersebut, belum beberapa menit dia sudah menjawab ‘Betulkan, sungguh laknat, dst’. Saya menjawab kembali, mohon dibaca dan didengar dulu sahabatku, nanti kita bisa sharing sama-sama, setelah beberapa jam, sahabat saya menjawab, ‘Oh iya, saya baru mengerti maksudnya.’

Beberapa hari kemudian, saya melihat di channel Bapak Pendeta yang cukup terkenal tersebut, dengan judul klarifikasi dari kotbah/komentar mengenai pernyataan beliau terhadap Bapak Paus.

Pada intinya. jawabannya bahwa Pendeta tersebut merasa menyayangkan kalau pernyataan tersebut keluar dari Bapak Paus, karena dia juga merasa memiliki dan mencintai Bapak Paus dengan alasan karena beliau pernah terpilih bersama istrinya mendapat undangan ke Vatican menghadiri undangan Bapak Paus selaku wakil Indonesia untuk persatuan gereja-gereja/umat Protestan, dan beliau membela diri bahwa apa yang disampaikan di kotbah beliau adalah untuk konsumsi terbatas/ umatnya saja, bukan untuk umum.

Suatu jawaban dan sanggahan yang tidak menunjukkan bahwa beliau adalah termasuk golongan kaum intelektual, yang harusnya mengeluarkan jurus-jurus ( jawaban ) yang cukup bermartabat ketika menghadapi pertanyaan pertanyaan atas pernyataan yang telah dilontarkan tersebut.

Sangatlah disayangkan dengan level seorang pendeta terkenal, yang pasti melewati jenjang-jenjang pendidikan yang cukup tinggi, namun ketika menerima berita di era digital seperti sekarang ini, langsung tersulut emosinya dan mengail di air keruh, sehingga mengharapkan dapat “ikan kepopuleran” dan “banjir follower” yang diidam-idamkan, yang ujung-ujungnya mendapatkan viral dan pundi-pundi dari youtube channelnya. Namun sayang, beliau tidak berpikir dengan apa yang beliau sampaikan telah menebarkan kebencian dan racun persahabatan bagi orang-orang yang tidak berpikir secara jernih dan penuh naluri bijaksana.

“The man behind the gun”  kira-kira itulah yang dapat kita simpulkan ketika kita memasuki dan bergumul di era digital saat ini.  Memang kecanggihan teknologi bagaikan pisau bermata dua, semua tergantung dari bagaimana kita menggunakannya.

Dan yang lebih penting kita ingat adalah prilaku  “Bijaksana dalam bersosial media”, tidaklah berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, derajat sosial, idiologi, budaya, usia, jenis kelamin, jabatan, dll.  Bagaimana dengan kita ?, semoga dengan perenungan dimasa pertobatan ini kita bisa lebih hati-hati dan bijak ketika menggunakan jari-jemari dan emosi kita.

Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.  (1Kor 3:16-17)

Gereja telah memberikan contoh dalam figure seorang anak muda Beato Carlo Acutis, dia bisa memanfaatkan era digital ini dengan menyempurnakan pelayanannya dan menyebarkan sukacita sebagaimana dia mengagumi Ekaristi yang juga mengharapkan Ekaristi sekiranya juga menjadi pegangan dan prinsip hidup kita “ Berkorban untuk meraih sukacita di Rumah Bapa”, yang tercermin dalam salah satu semangat dalam tujuan hidupnya yaitu  ‘Tujuan kita haruslah yang tak terbatas, bukannya yang terbatas. Yang terbatas adalah tanah air kita. Kita selalu dinantikan di surga”.

Marilah di minggu keempat dan terakhir dalam masa perenungan prapaskah 2021 ini, kita telah diberi kesempatan untuk merenungkan dan membuat komitmen-komitmen perbaikan iman, dari lingkup keluarga, dilanjutkan ke lingkungan lebih luas yaitu masyarakat, dan kemudian peduli lingkungan/ciptaan-Nya, maka dengan fasilitas-2 di era digitalisasi ini, sekiranya kita benar-benar bisa menjadi “ Umat ciptaan-Nya yang bisa dibanggakan” yang bijaksana dalam menggunakan alat-alat di era digitalisasi dengan penuh kearifan yang dilandasi Kasih, sesuai dengan tujuan pelayanan bagi sesama sebagaimana Tuhan Yesus Kristus harapkan pada umatNya.

Berikut “ film dari Komsos KAJ untuk Pertemuan APP 4 ( dengan file yang telah dicompress dari file aslinya agar dapat terkirim via WA) “ Persaudaraan Dalam Dunia Digital”.

Disini dapat kita lihat bahwa ketergantungan akan teknologi di era digital ini, bila kita tidak arif dan bijaksana, niscaya bisa membuat jarak, sekalipun orang-orang dekat yang ada disekitar kita.

Selanjutnya silahkan bisa berberbagi rasa dalam pertemuan perenungan prapaskah minggu ke empat  di pertemuan lingkungan, dengan Bacaan Injil “Pokok anggur yang benar dan perintah saling mengasihi” ( Yohanes 15: 1-17 )

Selamat  menyaksikan, merenungkan dan berdoa.

Tuhan Memberkati.

(aspranoto)

 

Leave a Reply

Scroll to Top