Bercermin pada Keluarga Kudus Nazareth

( Oleh : Lubertus Agung, S.Fil )

Berbicara tentang keluarga  pada umumnya bukanlah hal yang baru. Setiap orang sudah memahami hakekat dari keluarga. Keluarga merupakan dasar terbentuknya suatu masyarakat/bangsa. Keluarga kristiani dalam konteks kehidupan menggereja merupakan inti keberlanjutan  hidup Gereja.  Sebagai inti Gereja, keluarga akan terus menata kehidupannya secara lebih baik dan harmonis. Keluarga inti: ayah, ibu dan anak  adalah sebuah komunitas basis Gereja yang bertumbuh dan berkembang. Gereja hidup sepanjang keluarga bertumbuh dan berkembang atas dasar  kasih yang menempatkan Allah dalam segalanya. Keluarga kristiani dipahami sebagai  keluarga pilihan  Allah. Allah melanjutkan karya penyelamatan-Nya dalam-melalui keluarga. Oleh sebab itu, keluarga tidak bisa dipandang rendah di dalam kehidupan Gereja baik lokal maupun univeral. Keluarga menjadi batu sendi kegenerasian Gereja sepanjang masa. Kita  percaya bahwa rahmat Tuhan bekerja terus menerus dan menjadikan  keluarga  sebagai pioner persekutuan  Gereja yang besar dan kokoh.

        Namun keluarga bukan tempat pasif “tidak berperan serta”dari kehidupan  menggereja. Kehadiran keluarga kristiani di dalam Gereja menjadi penting dan esensial karena keterlibatan aktif keluarga menunjukkan bahwa karya penyelamatan Allah tampak dan nyata. Pertanyaan reflektifnya adalah keluarga kristiani  dibangun atas dasar apa?  Bagaimana sesungguhnya membangun keluarga  yang bernafaskan kristiani?  Untuk memahami pertanyaan ini, kita perlu mengerti  Hukum yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri, yaitu Hukum Cinta Kasih (bdk.Mrk 12:30-31).  Hukum cinta kasih secara gamblang  menyatakan “Mencintai Tuhan dan sesama”. Hukum ini pertama-tama dibangun dari kehidupan keluarga.  Keluarga adalah dasar perwujudan Hukum Tuhan. Hukum Tuhan terwujud dan terlaksana dalam persekutuan  suami-istri, persatuan orang tua-anak. Dalam konteks ini keluarga menjadi ‘taman yang indah’  perjumpaan  dengan Allah.  Paus Yohanes Paulus II, mengatakan: “Keluarga,  yang  didasarkan dan dijiwai oleh cinta kasih, merupakan persekutuan pribadi-pribadi: persekutuan suami isteri, persatuan orangtua dan anak-anak, persatuan sanak saudara. Tugas yang pertama ialah dengan setia menghayati realitas persatuan dalam usaha terus-menerus untuk mengembangkan persekutuan antar pribadi yang otentik” (Amanat Apostolik Familiaris Consortio, Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern). Paus ingin menjelaskan peranan keluarga Kristiani sebagai wahana pertumbuhan dan perkembangan Gereja sejagat. Membangun keluarga Kristiani yang didasarkan pada persekutuan pribadi-pribadi menjadi sangat penting. Cinta kasih merupakan asas-kekuatan persekutuan pribadi-pribadi dalam keluarga.  Mengembangkan semangat cinta kasih selalu mempunyai makna untuk menumbuh-kembangkan persekutuan antar pribadi yang membentuk keluarga.

Keluarga Kudus Nazareth

Kehidupan keluarga kristiani dalam sejarah keselamatan bercermin pada  kehidupan keluarga Kudus Nazareth, yakni Yesus, Maria dan Yosef. Panggilan hidup keluarga Kudus ini menjadi dasar panggilan hidup keluarga kristiani. Jika kita bercermin pada kehidupan Keluarga Kudus Nazareth, kita akan menyadari bahwa keluarga yang kita adalah kelanjutan dan personifikasi  definitif hidup keluarga Kudus Nazareth. Keluarga Kudus Nazareth terbentuk karena sudah direncanakan-dikehendaki Allah sejak semula.  Maria adalah seorang gadis desa yang berasal dari keluarga yang baik, saleh dan taat pada Allah.  Anna dan Yoakim sebagai orangtua Maria telah mendidik dan membesarkan Maria dalam keluarga yang baik, saleh dan taat pada Allah. Dari sekian banyak keluarga Yahudi, Anna dan Yoakim terpilih menjadi keluarga yang diberkati Allah dan Allah berkenan memilih puteri kesayangan mereka untuk menjadi Bunda Tuhan. Cara Tuhan memilih dan membentuk Keluarga Kudus Nazareth sangat berbeda dengan persekutuan keluarga Kristiani saat ini. Dalam Kitab Suci dikisahkan bahwa Malaikat Gabriel diutus Allah untuk memberi kabar gembira kepada Maria bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Yesus. Namun, Maria tidak menerima begitu saja tawaran Malaikat itu. Maria bingung dan terkejut dengan berita itu sebab Maria belum bersuami. Keterkejutan Maria adalah reaksi manusiawi yang wajar dan masuk akal. Karena seseorang yang mengandung tentu harus bersuami. Namun, sebuah dialog yang seru dan mengagumkan antara Maria dan Malaikat Gabriel berakhir ketika Maria dengan lemah lembut dan rendah hati menjawab: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; terjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).  Dengan jawaban seperti itu, Malaikat pun memutuskan untuk meninggalkan Maria. Jawaban Maria atas panggilan Allah melalui Malaikat Gabriel adalah awal terbentuknya Keluarga Kudus Nazareth.

 Allah tidak membiarkan Maria sendirian tanpa didampingi seorang laki-laki. Maka rencana Allah berlanjut dengan mengangkat Yosef seorang tukang kayu dari Nazareth untuk mendampingi Maria sebagai suaminya. Yosef memang tampaknya seorang yang sepadan dengan sifat Maria yang penuh pasrah pada rencana dan kehendak Allah. Rencana Allah sungguh nyata dalam diri Maria dan Yosef sebagai orangtua Yesus. Keluarga kristiani hidup dengan mendasarkan diri pada kehidupan Keluarga Kudus itu. Hidup  keluarga kristiani  harus mampu menghadirkan kembali kehidupan Keluarga Kudus Nazareth yang baik, saleh, setia,  dan taat pada kehendak Allah.

Pada misa pontifikal di Katedral Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, mengatakan
 “Belajar dari keluarga Kudus Nazareth berarti kita mensyukuri kehadiran Tuhan dalam sejarah manusia yang membawa kasih dan keselamatan”, Kita dapat bercermin pada teladan kesetiaan keluarga tersebut. Yusuf seorang yang tulus hati, jujur, dan taat kepada Allah. Ia dengan setia mengasuh Yesus dan mencari nafkah untuk kehidupan keluarganya. Maria adalah wanita bersahaja yang setia. Kesetiaan Maria kepada Allah jelas tidak diragukan lagi. Ia juga isteri yang setia kepada suaminya dan ibu yang setia mendidik serta mendampingi Yesus anaknya. Bahkan ia tetap setia mendampingi Yesus hingga di kayu salib. Sedangkan Yesus sendiri pada masa kanak-kanak berada dalam asuhan Yusuf dan Maria (bdk Luk. 2:51). Walaupun Dia adalah Putera Allah, Ia rela merendahkan diri dan taat dalam asuhan orangtuanya. Keluarga Kudus Nazareth adalah model Keluarga Kristiani.

Keluarga Kudus Nasaret adalah teladan bagi tiap keluarga Kristiani. Cinta dalam keluarga, antara suami-istri dan anak-anak didasarkan atas kasih Tuhan. Rahasia Perkawinan Kristiani diadakan dalam cinta kepada Kristus. Pria dan wanita yang menikah secara kristiani bertujuan untuk saling mengasihi dalam nama Kristus. Walaupun di dalam berkeluarga selalu ada duka dan sengsara namun ikatan perkawinan itu tak akan putus karena bersumber pada Kristus. Sebagai keluarga kristiani yang bercermin pada Keluarga Kudus Nazareth, ada 10 hal yang coba kita refleksikan dan kita hidupi dalam upaya membentuk dan membangun keluarga Katolik yang harmonis dan seimbang. 

  1. Perayaan Ekaristi Menjadi Pusat Kegiatan Keluarga dalam

     Seminggu
        Dasar kuat hidup keluarga Katolik yang melekatkan kita bersama adalah Perayaan Ekaristi. Dengan  menerima Tubuh dan Darah Kristus kita memperdalam komuni kita denganNya, dan melaluiNya, membangun Tubuh serta GerejaNya. Bersama dalam komuni, kita menyanyi lagu gereja dan belajar bagaimana suara kita bergabung bersama. Kita mendengarkan “Perintah Tuhan” dan belajar bagaimana mengikuti Yesus. Kita berdoa bersama dan belajar mengenai keheningan dan kerendahan hati. 2.Bersyukur
Kata kunci yang hendaknya ditanamkan dalam hidup umat Krsitiani adalah bersyukur. Bersyukur karena Tuhanlah yang pertama-tama berinisiatif membentuk keluarga kita untuk menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia. Frank A. Clark, politikus Amerika, pernah berkata, “Jika seseorang tidak bersyukur terhadap apa yang ia punyai, ia tidak akan pernah bersyukur terhadap apa yang akan ia dapatkan.” Keluarga Katolik yang hebat merayakan pemberian, tidak peduli seberapa kecil itu. Kita harus selalu bersyukur baik dalam keadaan susah maupun senang.

3.Memberi
Sebagian dari rasa syukur adalah dengan memberi. Keluarga Katolik yang diberkati dengan berlimpah dipanggil untuk menggunakan limpahannya tersebut untuk keluarga yang kurang. Anak-anak yang melihat orang tuanya memberi  akan meniru jejak orang tuanya–walaupun apa yang mereka berikan jauh lebih sedikit dari yang diberikan orang tuanya. Keluarga Kudus Nazareth menjadi teladan sikap memberi terutama memberi diri untuk kebahagiaan dan keselamatan orang lain. Maria, Yesus, dan Yosef memberi diri untuk terlaksananya rencana keselamatan Allah atas manusia.

  1. Biarkan Cahaya Bersinar

Anggota komuniti yang beriman–anggota keluarga–dipanggil untuk menggunakan karunia mereka. Jika Kita dapat bermain piano dengan baik atau membaca Alkitab secara hidup, kita sudah berbagi karunia. Remaja dapat membantu melalui program paroki. Saling menyemangati anggota keluarga yang lain untuk memberikan karunia mereka dalam kehidupan sehari-hari. Maria, Yesus dan Yosef  membawa cahaya yang selalu bersinar bagi dunia lewat teladan mulia: kesediaan Maria menjadi Bunda Tuhan, ketulusan Yosef mendampingi Maria-Yesus, kerelaan Yesus menjadi Sang Penyelamat. 

  1. Bertengkar dengan Adil

Setiap keluarga mempunyai masalah yang harus dihadapi. Keluarga yang bertengkar dengan baik telah menjalankan 10 Perintah Tuhan. Sebagai contoh: tidak menyebut nama Tuhan secara sembaranga dan berkata jujur walaupun akan menyakitkan. Anggota keluarga yang bertengkar untuk kemenangan pribadi kehilangan kesempatan dan perasaan untuk berjuang bersama, dan menang sebagai tim. Keluarga Katolik yang Hebat memeriksa temperamen, menghormati kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan selalu ingat bahwa halangan membuat kita menjadi lebih kuat.

Maria dan Yusuf  memang sedikit kecewa dengan tindakan Yesus yang mengajar di Bait Allah tanpa di ketahui orang tuanya saat pulang beribadat. Orangtua dengan sabar dan mungkin sedikit kesal harus kembali ke Bait Allah untuk mencari Yesus yang tidak bersama mereka dalam perjalanan pulang. Tampaknya antara Yesus dan kedua orang tua-Nya sedikit tegang ketika mereka bertemu kembali di Bait Allah. ‘Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau?” Yesus menjawab mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk 2:48-49). Satu hal yang sangat menarik dari sikap ketiganya adalah mereka bersama-sama pulang dan tidak membiarkan situasi yang terjadi itu berlanjut.

  1. Membuat Kesalahan

Kita percaya bahwa kita diciptakan sesuai rupa Allah, tetapi bukan Tuhan. Kita sering kali jatuh, gagal dan berdosa. Kita semua punya martabat istimewa di mata Tuhan. Keluarga Kudus Nazareth adalah keluarga yang mampu menerima segala situasi hidup manusia yang dihadapi. Keluarga Kudus ini tentu menyadari keberadaan mereka sebagai manusia sama seperti yang lain. Bedanya adalah Keluarga Kudus Nazareth tidak pernah membuat kesalahan. Karena memang mereka adalah Keluarga Pilihan Allah. Tetapi kita perlu belajar bahwa sikap kesetiaan terhadap kehendak Allah akan menjauhkan kita dari membuat kesalahan. Keluarga kristiani tidak diajak untuk membuat kesalahan, tetapi menyadari kesalahan jauh lebih utama sehingga kita berjumpa dengan Allah tanpa batas.

7.Memaafkan
Yesus memerintahkan kita untuk memaafkan(Mat 18:22), namun memaafkan anggota keluarga sangat sulit untuk dilakukan. Kita mencoba mengajarkan anak kita untuk bertanggung-jawab terhadap segala tindakan mereka, mengakui ketika mereka salah dan meminta maaf. Sebagai Orangtua: kita harus mengakui dan minta maaf kepada atas kesalahan kita. Sebagai anak: Memaafkan bukan senjata untuk digunakan. Ketika orangtua atau saudara meminta maaf, ampunilah mereka. Tidak ada perasaan yang lebih indah selain memaafkan dengan tulus, mencoba dengan hati lebih bersih dan mencoba dari awal lagi. Bunda Maria dalam hati kecilnya yang terdalam tentunya memaafkan perbuatan Yesus yang telah mengecewakan mereka.

  1. Mengingat Ritual

Ritual keluarga/tradisi membantu kita untuk menemukan siapa kita dan apa yang kita percaya. Berdoa sebelum makan, menyalakan lilin saat Adven, menyanyi lagu ulang tahun merupakan cara istimewa yang menunjukkan ikatan kuat dalam keluarga. Maria dan Yosef tidak terlepas dari tradisi Yahudi yang mewajibkan Yesus disunat, mereka setiap tahun pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah.

  1. Mendengarkan saat Tuhan Berbicara

        Elisa berharap untuk mendengarkan suara Tuhan menggelegar seperti petir, tetapi ia terkejut ketika suara Tuhan tidak terdapat pada angin, atau gempa bumi, atau api. Malahan suara Tuhan datang ke Elisa dalam suasana hening setelah petir, dalam bisikan (1 Raj 19:11-13). Itulah cara Tuhan berbicara kepada kita di tengah kesibukan keluarga. Penting untuk menyadari kehadiran Tuhan, di tempat tidur/di mobil, ketika kita benar-benar berbagi diri kita dengan yang lain dan menyadari kehadiran yang lain. Kita hendaknya belajar pada keluarga Kudus Nazareth yang sangat mencintai keheningan. Maria mendengarkan Kabar Malaikat untuk terlaksananya rencana Tuhan atas dirinya dalam keheningan. Yosef mendengarkan suara Tuhan melalui perantaraan malaikat dalam keheningan untuk menjadi seorang ayah yang baik  bagi anak-Nya Yesus. Ketika Yesus memulai karya-Nya, Ia menempatkan diri dalam keheningan untuk mendengarkan suara Bapa-Nya.

  1. Cinta yang Tak Berkesudahan

Dalam Perjanjian Baru, Yesus memberikan perintah baru kepada murid-muridNya sebagai dasar hidup mereka :”(Yoh 13:34). Kita dipanggil untuk menjadi model Yesus untuk mencintai – dalam pelayanan satu sama lain, dan komit untuk tidak egois. Tidak mudah untuk dilakukan, tetapi mencoba mencintai seperti apa yang dilakukan Yesus adalah hasil dari pembentukan dan pemeliharaan keluarga Katolik yang hebat. Dalam hal ini kita hendaknya belajar meneladani keluarga Kudus nazareth yang mencintai satu sama lain dan sesama yang tak berkesudahan. Nafas kehidupan keluarga kristiani bersumber pada kehidupan Keluarga Kudus Nazareth. Mari kita selalu bercermin pada kehidupan Keluarga Nazareth yang baik, saleh, setia, dan taat pada rencana-kehendak Allah. Jadikanlah keluarga kita sebagai keluarga kristiani yang terbentuk karena cinta Allah yang memilih kita untuk menjadi keluarga pilihan-Nya. Merry Christmas and happy New Year and God bless you. !

Leave a Reply

Scroll to Top