*ROMO LUPA BUAT TANDA SALIB SAAT IBADAT JUMAT AGUNG?*
(dikirim oleh Bp. Antimus)
Sehabis Ibadat Jumat Agung sore tadi saya iseng mengirim pesan WA kepada salah satu ponaan saya di Flores “Sudah ikut ibadat Jumat Agung online ka?”. “Sudah Om”, jawabnya singkat. Tak lama berselang dia mengirim pesan lagi, “Tapi saya perhatikan dalam ibadat itu Romonya lupa membuat tanda salib sama sekali juga tidak memberi berkat penutup”.
Apakah Romo lupa membuat tanda salib atau memang tanda salib memang tidak boleh dibuat? Jika memang tanda salib tidak boleh dibuat, apa alasan teologisnya? Mari kita lihat beberapa point berikut ini.
1. Bila kita memperhatikan liturgi malam pengenangan perjamuan terakhir (Kamis Putih) maka di situ setelah lagu kemuliaan semua simbol kemeriahan seperti bunyi musik ditiadakan, lonceng besi diganti matraka/ lonceng kayu, setelah doa sesudah komuni (doa penutup) imam tidak memberi berkat penutup lagi tetapi langsung menyiapkan diri untuk pemindahan sakramen mahakudus dan dilanjutkan dengan tuguran. Sejak berakhirnya misa malam Kamis Putih itu sampai dengan misa malam Paskah sama sekali tidak ada berkat dan tanda salib.
2. Setiap hari dalam satu tahun liturgi selalu ada perayaan Ekaristi kecuali satu hari yaitu pada hari Jumat Agung. Pada hari ini perayaan Ekaristi ditiadakan bahkan semua pelayanan sakramen lain kecuali sakramen tobat dan perminyakan suci. Hari ini Gereja merenungkan sengsara dan wafat sang mempelainya. Hari ini Gereja merenungan peristiwa salib yang darinya mengalirlah kehidupan baru yang telah diselamatkan oleh darah Yesus sendiri (Surat edaran PPP 58)
3. Ibadat Jumat Agung dibuka dan ditutup tanpa tanda salib dan berkat. Saat memasuki gereja imam dan para petugas berarak secara hening lalu bertiarap atau berlutut di depan altar. Sesudahnya tanpa didahului tanda salib imam langsung membawakan doa pembuka. Pada bagian penutup imam hanya menumpangkan tangan ke arah umat sambil membawakan doa berkat tanpa gestikulasi tanda salib.
4. Apa alasan teologisnya? Alasannya bahwa setelah malam perjamuan terakhir itu Kristus yang adalah pengantin Gereja (pengantin pria) telah meninggalkan Gerejanya (pengantin wanita) dan masuk ke dalam kesengsaraanNya, bahkan Ia mengalami kematian tragis di atas kayu salib. Hal ini telah dikatakan Yesus sendiri dalam Markus 2:20, tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Imam ketika melakukan tindakan sakramental ia bertindak sebagai In Persona Christi. Maka tindakan imam berupa tanda salib dan berkat itu juga ditiadakan dengan mengingat Yesus sedang meninggalkan GerejaNya dan berada di alam lain yaitu alam maut.
5. Simbol simbol kefanaan dan kesengsaraan diungkapan secara sangat jelas dengan altar tidak ditutup dengan kain altar, tanpa ada lilin bernyala, tanpa hiasan bunga di sekitar altar, imam dan para petugas berarak memasuki ruang Ibadat tanpa iringan, tanpa nyanyian. Imam menghormati altar dengan cara merebahkan diri di depannya (simbol pernyataan kefanaan manusia). Pewartaan Injil tentang Kisah Sengsara Tuhan dibawakan tanpa didampingi lilin, tanda Salib, tanpa salam dan pedupaan. Jika dibawakan oleh awam, mereka tidak perlu meminta berkat dulu kepada Imam selebran sebelum membawakan Kisah Sengsara.
6. Kapan tanda salib dan berkat penutup ada kembali? Dari sini kita bisa melihat bahwasannya ketiga misteri dalam Tri hari Suci (sengsara, wafat dan bangkit) sebenarnya merupakan satu kesatuan. Karena satu kesatuan itu maka baik maka dalam misa malam Kamis Putih sampai perayaan paskah ditutup dengan berkat meriah pada perayaan paskah. Itulah sebabnya berkat pada hari raya paskah bukan berkat biasa namun berkat meriah dan diikuti dengan pengutusan meriah pula.
7. Apakah dalam semua bentuk doa pada hari itu dibuat tanpa tanda salib? Biasanya pada pada Jumat Agung ada upacara jalan salib dan kegiatan devosi lain dan doa doa pribadi yang menunjang kehidupan liturgi terutama Jumat Agung itu. Kegiatan ini masuk dalam kategori ulah kesalehan atau devosional dan bukan termasuk dalam liturgi resmi. Karena ini adalah devosional maka tidak mesti mengikuti peraturan seperti dalam peraturan liturgi. Artinya bisa dibuka dan ditutup dengan tanda salib atau dengan tanpa tanda salib. Tapi bila ingin selaras dengan suasana liturgi hari itu maka baik di awal maupun di akhir tidak ada tanda salib berkat walaupun di situ hadir seorang imam. (PPP 72).
8. Kesimpulan. Tanda salib dan berkat penutup dalam ibadat Jumat Agung memang tidak ada dengan alasan pada hari itu Yesus sedang meninggalkan Gereja, ia sedang ada dalam kesengsaraan dan wafat. Namun pada hari ke III ia akan bangkit dengan jaya. Aleluya aleluya aleluya.
By. Fr. Yanto Ndona, OCarm
*Sumber bacaan*.
Adam, A. The Liturgical Year: Its History and Its Meaning after the Reform of the Liturgy. Trans. M. O’Connell (Collegeville, 1981).
Chupungco, A. Notes in Lent, Holy Week, and Easter Triduum.
Congregation for Divine Worship. “Instruction on the Preparation and Celebration of the Easter Feasts Paschaes Solemnitatis (January 16, 1988).”
Jounel, P. “The Easter Cycle” in The Church at Prayer 4: Liturgy and Time. ed. A. G. Martimort (Collegeville, 1986)
Raas, B. Liturgical Year 2 (Manila, 1998).
Universal Norms on the Liturgical Year and the General Roman Calendar.
Pingback: Ibadat Jumat Agung, Kenapa Bukan Misa? - Zaitun Digital