Cerpen oleh Sutopo Yuwono
“Kamu itu, mau tidak mandi, baru bangun tidur, lagi laper, kekenyangan, atau kebelet pipis, tetep aja cantik, jd ga usah mandi aja”, begitu bunyi chatting WA Samuel ke Ana, ketika hendak mengajak Ana berangkat bareng ke Gereja, tapi Ana menolak dengan alasan belum mandi, sedangkan 30 menit lagi Perayaan Ekaristi sudah dimulai.
“Kalau itu mah lebay, gombal”, balas Ana.
“Hehehe, aku memang suka nge gombal sih, tapi gombalanku itu terinspirasi dari kenyataan lho”, balas Samuel.
“Wkwkwkwk, sungguh aku tersanjung”, Ana membalas disertai emoji tertawa lepas.
Entah kenapa tiba-tiba Samuel mempunyai keberanian untuk menulis kata-kata tersebut ke Ana. Senangnya, ternyata Ana merespon kalimat-kalimat tersebut dengan gembira. Anehnya, kata-kata tersebut mengalir begitu saja, tanpa berusaha dicari-cari, tanpa berusaha direka-reka.
Mulanya Ana adalah teman curhat dan penasehat cinta Samuel ketika mengejar Ursula. dua tahun Samuel mengejar dan menanti Ursula berpaling hati padanya, tapi kenyataan tidak berbuah manis, dan justru hubungan Samuel dan Ursula semakin renggang, ditambah pacar Ursula yang mulai protective berat, membuat Samuel merasa semakin kehilangan peluang.
Bukan Samuel kalau mudah menyerah, meski sudah 2 tahun berupaya dan belum ada buah manis, tak sedikitpun luntur semangatnya untuk mendapatkan hati Ursula. Kali itu dia mendekati Ana untuk dijadikan teman curhat dan juga untuk dimintai informasi serta nasehat terkait bebarapa hal tentang hati wanita seusianya. Lumayan, berkat saran dan nasehat Ana, akhirnya Samuel bisa jalan bareng lagi dengan Ursula. Eitt, tunggu dulu, jalan bareng ya, bukan jadian.
“Kalau cewek mau diajak jalan bareng dan nyaman bercerita, itu tandanya ada rasa Kak”, ucap Ana pada Samuel, “biasanya jarang lho cewek mau diajak pergi jika ga nyaman, apalagi curhat-curhatan”, lanjutnya.
Percakapan singkat itu yang membuat semangatnya semakin menyala-nyala, bukan tanpa alasan, karena meski jarang jalan bareng, tapi Ursula sering bercerita panjang lebar dari A sampai Z tentang apa saja seputar kehidupannya.
***
“Kak Samuel, temenin Ana yuk, aku ada tugas kampus untuk observasi mengenai mata pencaharian masyarakat pesisir yang tidak punya keahlian melaut”, begitu pinta Ana Melalui WA.
“Kapan?”, balas Samuel
“Minggu ini, bisa?”, balas Ana
“emmm, bisa bisa”, balas Samuel tanpa berfikir panjang. Setelah beberapa saat, Samuel baru ingat bahwa sudah janjian akan ke Gereja bareng Ursula. Sesuatu yang sudah lama dinanti-nantikannya.
***
“Sial, aku ada janji sama Ursula lagi”, gerutu Samuel dalam hati. Akhirnya Samuel memberanikan diri untuk minta maaf dan membatalkan rencana menemani Ana.
“Ga papa kak, santai aja”, ucap Ana singkat, “nanti aku bisa minta adekku menemani kok”, lanjutnya, “yang penting kak Samuel bisa jalan bareng Ursula, aku ikut seneng”.
Satu hal yang sungguh berkesan di hati Samuel adalah bahwa Tidak pernah sedikitpun keluar kata-kata negative dari Ana, juga ketika berbenturan kepentingan, dia selalu mengalah, “ga apa apa kak”, begitu ucapnya dengan penuh senyum. Pemikirannya juga maju, punya pandangan ke depan, optimis dan tidak mudah mengeluh. Satu ciri khas yang juga seringkali diamati Samuel adalah kantung matanya, cekung dan hitam, seakan menyimpan beban berat yang disimpan dan siap ditanggungnya sendiri.
“Kamu harus banyak makan sayur”, ucap Samuel pada suatu ketika.
“emang kenapa kak”, Ana bertanya balik.
“Agar cantiknya tidak tersamarkan”, Jawab Samuel.
“Loh, loh, kok begitu”.
“Hmm, agar cukup vitamin dan Zat Besi”, ucap Samuel berkilah.
“Kok bisa menyimpulkan begitu? “tanya Ana heran, Samuel hanya diam, “ooh, pasti dari kantung mataku ya?”, ucap ana melanjutkan, “Itu bukan karena kurang darah Kak, tapi emang udah dari sononya”, ana berceloteh sambil tertawa.
Begitu obrolan-obrolan ringan mengalir dari waktu ke waktu. Samuel merasakan kenyamanan yang luar biasa dibanding ketika bersama Ursula, gadis yang sudah 2 tahun diincarnya. Satu hal yang mulai disadarinya, senyuman gadis itu ternyata sungguh mempesona. Hidungnya yang lonjong tampak menonjol diantara kantung matanya yang cekung, ketika tertawa, giginya yang putih bersih begitu bersinar dari balik bibir tipisnya yang kemerah-merahan.
***
“Sebenarnya, aku takut lho Chatingan denganmu, tapi balasan chatmu selalu mendorongku untuk membalas dan membalas lagi, hehe”, tulis Samuel kepada Ana melalui WA.
“Lho, takut kenapa?”, Ana membalas.
“Takut jatuh cinta”, balas Samuel, “Apalagi setelah Ursula menolakku mentah-mentah”, lanjutnya.
“Ditolak? Emang kak Sam sudah bilang ke Ursula?”
“Sudah”.
“Terus, bagaimana jawabanya”, Ana mendesak.
“ Hmm, begini : sudahlah kak, aku tidak mau mengulanginya lagi, aku daripada kakak kecewa. Gtu doang sih”.
Itu chat terakhir dari Samuel, dan setelahnya mereka tidak saling bertegur sapa lagi dalam waktu yang relative lama.
***
“Duh, aku kok kangen ya sama Ana”, celoteh Samuel dalam hati, “Chat ga ya? Chat ah. Ah enggak lah”, begitu pergulatanya dalam hati, “ah, sudah sebulan lebih aku tidak menghubunginya”, bisiknya sambil melihat – lihat chatingannya terakhir kali dengan Ana.
“Ah, ppnya masih sama dengan yang dulu, kalau ga putih doang, ya bunga rumput yang hanya sehelai, atau kartun yang hanya coretan tangan, ga jelas ah. Sesekali Pajang foto PP yang cantik kenapa”, celoteh Samuel dalam hati ketika melihat-lihat PP WA nya Ana.
“Aha, aku punya ide”, teriak Samuel tiba – tiba.
***
“Kak Samuel ga pernah Chatting lagi ya, duhh, kangen gombalan – gombalannya” celoteh Ana dalam hati sambil membaca ulang chatting – chattingnya dengan Samuel, “ah, masih foto panda gendut jelek, kreatif dikit kenapa, sesekali gambar apa gitu kek, yang sedap dipandang”, celotehnya mengomentari foto PP Samuel, “hmm, tapi aku kok kangen ya, hehehe”, Ana senyam senyum sendiri, “hah, kak Samuel sedang mengetik”, teriak Ana girang, satu menit, dua menit, tiga menit sepuluh menit tidak ada WA masuk. Ana tampak bete dan melemparkan hpnya begitu saja ke atas kasur di ranjangnya.
Prolog :
Seusai Perayaan Ekaristi, disela-sela keramaian Umat yang saling bersalam-salaman, Ana menepi ke gua Maria di belakang Pastoran. Ana duduk bersandar tiang di Gazebo bamboo di sebelah Patung Bunda Maria. Perlahan dia meletakkan HPnya di atas Puji Syukur yang tergeletak di lantai gazebo, dan mulai membuka selembar kertas yang diberikan dini. “Dari kak Samuel? Surat? Dasar cowok jaman old, sok romantis, pakai surat – suratan segala”, bisik Ana sambil tertawa geli dalam hati.
“Ah, cerpen?”, celetuk Ana sendirian, “loh, loh, ini khan chat aku dengan kak Samuel”, teriaknya kaget, “ah, so sweet, dibikin cerpen oleh kak Samuel”, Ana melanjutkan membacanya sampai kelar. “Apa? Ana senyam senyum sendiri? Ana bete dan melemparkan hpnya ke kasur karena pesan dari Samuel ga masuk-masuk? Ah, enak aja, ga gtu kali, itu angan-angan kak Samuel sendiri aja kali”, ujarnya dalam hati, berlagak sok marah, tapi kemudian dia tersenyum girang, beranjak, dan segera bergegas sesaat setelah melihat layar HPnya.
“Aku tunggu di depan Gedung Damian”, pesan itu berbunyi.
***
Yesaya 55:8-13
8 Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.
9 Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.
10 Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan,
11 demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.
12 Sungguh, kamu akan berangkat dengan sukacita dan akan dihantarkan dengan damai; gunung-gunung serta bukit-bukit akan bergembira dan bersorak-sorai di depanmu, dan segala pohon-pohonan di padang akan bertepuk tangan.
13 Sebagai ganti semak duri akan tumbuh pohon sanobar, dan sebagai ganti kecubung akan tumbuh pohon murad, dan itu akan terjadi sebagai kemasyhuran bagi TUHAN, sebagai tanda abadi yang tidak akan lenyap.