( Oleh: Sr. Sebastiana,HK )
Dalam Gereja Katolik Roma terdapat dua jenis corak hidup yang khas dan istimewa yakni kehidupan berumah tangga (menjadi suami istri) dan kehidupan membiara (menjadi biarawan/biarawati). Kedua corak hidup ini tidak terlepas dari panggilan Allah. Allah memanggil kita semua untuk hidup dalam kekudusan baik sebagai suami/istri maupun sebagai biarawan/biarawati. Namun panggilan Allah ini membutuhkan proses dan tahap yang panjang, unik dan penuh liku.
Allah telah memanggil saya sebagai seorang biarawati (suster) dalam kongregasi Hati Kudus (HK). Panggilan saya ini membutuhkan proses yang panjang dan penuh tantangan. Saya merasa dipanggil Allah untuk menjadi biarawati pada tahun 1993 ketika saya dalam posisi yang lumayan mapan secara materi. Waktu itu saya menjadi pekerja sosial di salah satu lembaga di Jakarta Selatan dengan gaji yang lumayan besar. Namun apabila Allah memanggil maka kita tidak bisa lari dan menghindar dari panggilan-Nya. Maka saya meninggalkan pekerjaan dan memberanikan diri untuk mencari dan memutuskan menjadi seorang suster walaupun saya sebenarnya tidak tahu mau enjadi suster dalam kongregasi apa dan dimana. Namun ketika saya mendengar ada Kongregasi Suster-suster Hati Kudus, saya tergerak untuk melamar dan bergabung dengan kongregasi ini. Saya merasa sepertinya telah menemukan tambatan hatiku.
Ketika diterima dalam kongregasi HK saya berusaha untuk mendalami spritualitasnya dengan hidup sederhana, bersaudara dengan yang lain, ramah dan bersahabat dengan semua. Semuanya ini semakin mengobarkan cintaku untuk menjadi seorang suster Hati Kudus. Namun tantangan selalu dating silih berganti. Tantangan berikut yang datang adalah perjuangan saya untuk meyakinkan orang tuaku agar merelakan dan mendukung pilhanku untuk hidup membiara. Orangtua saya yang beragama islam sangat menentang pilihan hidup saya. Saya memahami keinginan dan harapan orang tua yang tidak sepaham denganku, namun saya tetap teguh pada pilihan untuk menjadi suster. Saya yakin bahwa suatu saat akan mengalami yang terindah dalam hidupku, meski saya dianggap sebagai anak yang membangkang karena tidak mengikuti kemauan orang tua. Saya menyadari bahwa orangtua yang seiman saja belum tentu mendukung anaknya untuk menjadi suster apalagi orangtuaku yang tidak seiman dengan saya.
Tahun 1996 kami hadir di Balaraja atas permintaan Mgr. Leo Soekoto,SJ (+). Maka saya ditugaskan di Balaraja-Tangerang sebagai suster junior. Waktu itu Ikatan biarawan-biarawati Seluruh Indonesia (IBSI) menyerukan agar para relegius diharapkan mau terlibat dan bekerja sama dengan instansi/lembaga lain untuk memperhatikan kelompok kecil atau menghadirkan wajah gereja secara nyata untuk mereka yang lemah, miskin dan tersingkir. Buruh digolongkan sebagai kalangan yang lemah, untuk itu gereja dan kongregasi suster HK hadir sebagai pihak yang peduli dan solider terhadap yang kecil. Kongregasi Hati Kudus memberanikan diri untuk menanggapi tawaran ini maka dengan mengutus anggota mudanya sebagai utusan untuk merasul di tengah umat dan masyarakat yang mayoritas adalah buruh dan mayoritas beragama muslim.
Tanntangan pertama ketika kami ditugaskan di Balaraja adalah belum memiliki tempat tinggal. Kami menumpang di kontrakan para buruh selama (enam) 6 bulan. Kemudian Kongregasi bekerja sama dengan pihak keuskupan dan mendapatkan tempat tinggal di sebuah perumahan Villa Balaraja sejak tahun 1996. Kerasulan yang dilakukan oleh para suster HK adalah pastoral dengan para buruh dengan mengunjungi sebagai sahabat, mendengarkan, menemani dan menguatkan mereka dikala mengalami kesulitan. Selain kegiatan pendampingan iman ada juga kegiatan ketrampilan terhadap ibu-ibu muda yang tinggal di rumah misalnya kursus memasak, menjahit dan tatarias. Namun kehadiran kami tetap tidak mudah diterima misalnya kami dihindari dan didemo masyarakat karena mereka curiga rumah suster dijadikan sebagai gereja. Waktu itu paroki St.Odilia belum ada, maka hari minggu kami harus ke St.Maria Tangerang atau ke Kristus Raja Serang untuk merayakan Ekaristi. Kunjungan dan kegiatan bersama buruh sering kami lakukan pada malam hari, misalnya kegiatan doa dan sebagainya.
Sebagai suster muda yang masih idealis dengan kehidupan membiara sering kali saya bertanya sambil meneteskan air mata bahwa apa dan siapa yang saya cari dalam hidup ini? Bangun tidur pagi-pagi pergi tidur larut malam dengan kegiatan dan rutinitas yang kerap membuat jenuh dan krisis, namun kami selalu ber tekun dalam doa sehingga saya bertemu Y E S U S yang hadir dalam diri para buruh khatolik dan masyarakat sekitar yang belum mengenal Y E S U S. puji syukur kepada Tuhan karena kini kehadiran kami sungguh diterima oleh masyarakat dan dikenal sebagai suster Gereja Katolik yang diutus untuk melayani mereka. Maka seperti kata pemazmur bahwa orang yang menabur dengan bercucuran air mata akan menuai dengan sukacita. Apa yang perjuangkan selama bertahun tahun sekarang membuahkan hasil yang baik. Kami sekarang bisa hidup berdampingan dan bebas mengenakan jubah. Saya bersyukur kepada Allah karena boleh menyaksikan para buruh muda khatolik yang dulu kami dampingi kini hidup lebih baik di tengah masyarakat dan terlibat aktif di gereja.
Kongregasi Hati Kudus (HK) berkarya di bidang:
Pendidikan, Kesehatan,Pastoral dan Karya Alternative
Siapa menyusul….? Karena anda adalah orang yang juga terpanggil untuk menjadi Suster-Suster Hati Kudus